BAGIAN 1
Persiapan Sebelum Medan Laga
Hari Jumat,
bila datang hari ini, tiba-tiba terketuk dalam hati untuk bersujud kepada Sang
Maha Pencipta, Tuhan saya, Alloh SWT. Seperti yang saya tahu hari ini adalah
hari segudang rejeki dan limpahan karunia Tuhan. Tepat hari ini saya dan
teman-teman Pend. Sejarah UPI (Universitas Pendidikan Indonesia)
akan bersiap untuk menghadapi fase terakhir dari rangkaian proses kaderisasi
untuk menjadi anggota dari Himpunan Sejarah UPI, atau lebih akrab disebut Warga
HIMAS UPI. Semua orang berbondong-bondong mencari barang-barang yang akan
dipergunakan esok hari, dimana kita akan menuju sebuah tempat yang didisein
oleh Tuhan menjadi sebuah daerah resapan air juga tumbuhnya pepohonan terkhusus
Pohon Kina. Sebut saja tempat itu Bukit Unggul, sebuah tempat penangkaran Kina
di daerah Lembang, Utara Kota Bandung. Saya pribadi sudah menyiapkan semua
perlengkapan untuk esok hari mengikuti PAB. Apa itu PAB? Pasti menjadi sebuah
pertanyaan yang terngiang di telinga kita, karena mungkin singkatan ini jarang
digunakan dibeberapa organisasi atau perkumpulan, PAB adalah singkatan dari
Pengukuhan Anggota Baru, karena kami Pend. Sejarah tahun 2013 sedang menjalani
rangkaian pengkaderisasian untuk menjadi Warga HIMAS.
PAB ini adalah
sebuah final day untuk kita menjadi Warga di Himpunan yang bisa dibilang tertua
di UPI. Kuliah pun berakhir di hari jumat yang cerah ini, saya dan teman-teman
berkumpul dengan para pemandu juga teman-teman untuk membicarakan kelengkapan
esok hari. Banyak sekali kegalauan yang saya lihat dari raut wajah teman-teman
saya. Banyak dari mereka memang tidak mempunyai perlengkapan untuk menjelajahi
alam,. Namun, seiring berjalannya waktu serta usaha yang mereka lakukan
pertolongan pun datang, akhirnya semua telah memiliki kelengkapan untuk
mengikuti masa akhir atau fase terakhir untuk menjadi warga di HIMAS.
Tepat pukul lima
sore saya berangkat dari rumah saya dibilangan Pasir Kumeli, Cimahi menuju
kampus di kawasan Setiabudhi. Cuaca gak bersahabat banget, sob. Hujan yang
mengguyur dengan rapih terus-menerus seharian tanpa istirahat sedikit pun,
sepertinya ini pertanda bahwa Dunia ini udah renta, manusianya udah bobrok, IQ
tinggi moral dan akhlak nol. Itu aja sih yang bisa saya simpulin, jadi Dunia
ini menangis, hihihi. Back to the track, saya pun dengan menaiki Si Murder X,
sebutan untuk motor matic pabrikan Jepang dengan merek Yamaha yang Ayah saya
miliki yang saya gunakan sehari-hari, saya pun menuju kampus dalam keadaan
hujan yang rada santai, alhamdulillah Tuhan sayang sama saya. Perjalanan yang
kira-kira menghabiskan waktu 30 menit pun telah saya lewati, ditemani guyuran
hujan yang unyu-unyu dengan membawa sebuah tas ransel khas Tentara Nasional
Indonesia milik Ayah saya. Saya pun tiba di kampus kesayangan saya, Bumi
Siliwangi.,haha lebay. Tibalah saya di PKM sebuah gedung yang memang
difungsikan untuk para Mahasiswa UPI. Baru saja tiba langsung saya dipertemukan
oleh Tim Evaluasi (untuk yang membaca tulisan saya sebelumnya, dibagian lain
tulisan ini saya akan membahas bagaimana sebenarnya mereka, dan semua itu jauh
dari apa yang saya tulis ditulisan saya sebelumnya) saya pun ditanya-tanya
kesiapan juga perlengkapan yang saya bawa, semua lengkap saya bawa hanya saja
saya lupa membawa alat sholat.
Akhirnya,
semua peralatan, mental juga fisik sudah tersiapkan. Tinggal menunggu final day
nya, dan bayangan saya mengenai PAB ini adalah sesuatu yang menyeramkan,
seperti adegan-adegan pembunuhan di film-film ala sutradara hollywood.
Malam pun tiba saya kembali pulang dengan ditemani cuaca dingin Kota Bandung
serta rintik-rintik hujan yang seakan menemani kesendirian saya.
Bagian 2
Final Day: Bergulat dengan Lalat
Tiba juga hari
yang saya bayangkan sebagai Hari pembantaian, sebuah hari dengan penuh
teriakan-teriakan kesakitan ala Neraka di film-film layar lebar, hahaha. Sial,
itu yang saya rasakan dihari ini, kenapa karena saya telat datang ke kampus
gara-gara salah baca sms. Tertulis di sms itu kumpul pkl 5.20 pagi, dan saya
melihatnya 6.20 dengan santai saya berlama-lama di kamar mandi, karena memang
sudah beberapa lama ini saya susah buang air besar, hahaha. Tepat pkl 6.25 saya
cabut dari rumah saya menaiki si Oldskool, motor antik milik Ayah saya, karena
jujur saya belum mampu beli kendaraan pribadi. Lalulintas sangat support kepada
saya sabtu pagi itu, jalanan sepi layaknya Pekuburan Bangsa Belanda, jarang
banget orang lalu-lalang dengan kendaraan mereka yang memberikan asupan CO2 ke
Udara. Sampai lah saya di Bumi Siliwangi, dengan menyimpan motor di Bank BNI
UPI, karena kakak saya bekerja sebagai teller disitu. Berlarilah saya,
dramatisasinya kayak film Flash, ngebut dan tetep aja dimarahin kan
telat, sial! Haha semper nurunin mood untuk lanjut, tapi yaudahlan masalah
sepele.
Setelah
berkumpul, kita pun bersiap menuju tempat pelantikan kita di Bukit Unggul
dengan menggunakan Truk. Oiya saya lupa, kami disini berpakaian layaknya
Segerombol Masa Pecinta Alam, mengenakan Kaos putih panjang, seperti aliran
Jaina yang menghindari membunuh (Ahimsa) celana PDL (Cargo Pant), syal berwarna
Merah seperti Si Bolang dan topi Rimba ala Indiana Jones. Kekompakan mulai
terasa, hangatnya persaudaraan pun mulai muncul, senang sekali saya rasakan
hari ini. Mungkin ini momentum paling bersejarah di dunia Pendidikan Tinggi,
begitu dalam benak saya. Perjalanan dipenuhi dengan yel-yel ala anak-anak tahun
2013, semua hepi seakan-akan melupakan pemikiran buruk nan kelam mengenai
berita PAB yang hingar-bingar seliweran terdengar di telinga.
Sampai lah
kami di lokasi PAB yang diberi titel MAKAR Camp 2013, wuiiih, Makar, serem ya.
Hahaha. Kami pun mulai dididik ala disiplin militer, dengan teriakan khas kakak
angkatan, asik banget nih hari kita berasa lagi dalam pendidikan ketentaraan,
serba disiplin, jauh dari apa yang saya lakukan selama ini. Baru sampai di
lokasi Camp, saya sudah dibikin kesel sama yang namanya Lalat, binatang yang
dianggap jijik karena sukanya hinggap di Kotoran-kotoran, termasuk Hasil dari
proses kimiawi manusia, iya Tai Manusia, hahaha. Mengapa lalat tidak sepintar
Burung Kakak Tua yang hinggap di jendela ya? Sudahlah ngapain jadi mikirin itu,
Lalat udah jelas Lalat, kodratnya jadi Lalat gakbisa dibandingin sama Burung
yang Kodratnya hinggap di Jendela. Haha. Lalat sialan ini kerjaannya ngeganggu
saya terus, udah tau lagi dibarisin, eh nih laler ganggu terus, takutnya kan
kena semprot kakak-kakak, nanti saya kena marah lagi. Soalnya saya udah janji
gak akan bikin ulah sampai proses kaderisasi berakhir, itu pesan yang tertanam
didiri saya, setelah teman-teman mengampuni kesalahan saya yang terkahir ada
masa kaderisasi di kmapus, maaf ya men-temen, Wii Khilaf.
Beres
pergulatan dengan lalat sialan tadi, saya dan teman-teman semua satu angkatan
mulai untuk mendirikan tenda, dan setelahnya memulai memasak untuk makan siang.
Yihaaaa, disini perasaan giting mulai timbul, berasa flying high, men. Kita
mulai kebersamaan dan lain-lain di fase ini, kekompakan dan lain sebagainya.
Kebeneran, saya satu kelompok dengan para manusia-manusia khas, ada Fais si
bicah Indramayu yang super Kocak, Reno anak Ciwidey yang khas, Riski anak Guung
Batu dengan keeksotisan Brewok semacam Ridho Rhoma, Agung si KM kelas A, Abdul
Ajiz seorang anak Jakarta dengan gagah beraninya menginjakkan tanah Viking,
hahaha, Renaldi ini yang berbahaya, Si Beliau ini adalah Ketua Angkatan 2013,
gilee serem ya kelompok saya dan yang terakhir, Acep sang Master Chef. Itulah
tadi nama-nama temen-temen satu kelompok saya saat PAB ini. Kalo saya gausah
dideskripsiin ya, mungkin anda semua yang baca dua tulisan terakhir saya sudah
tahu ciri-ciri dan kekhasan saya.
Tenda pun
berdiri kokoh bagai benteng Berlin,
eh Tempok Berlin ya. Tibalah
waktu untuk memasak, dan Sang Master Chef pun mulai bertindak. Pesan yang saya
tangkep di acara masak ini adalah kekompakan kita dalam keterbatasan, dan
mensyukuri sekecil apapun nikmat yang Tuhan berikan untuk kita, jangan pernah milih-milih
atau sampai parahnya berprasangka buruk kepada Tuhan. Makan siang beres, dan
kita pun beristirahat untuk persiapan sholat Dzuhur.
Bagian 3
Final Day: Perjalanan Menyenangkan
Setelah
selesai menjalankan ibadah, kami dipersiapkan untuk menjalankan misi perjalanan
siang, melewati lima pos yang
masing-masing diisi oleh Bidang-bidang yang ada di dalam HIMAS. Mulai di pos 1,
saya diberikan penghargaan tentang Kepemimpinan, karena disitu saya harus dapat
mempercayai sang pemimpin, ya ketua kelompok, sdr Reno.
Karena saya dan teman-teman ditutup matanya, dan harus mencari kertas
terbungkus plastik disekitaran kita tanpa melihat plus harus diambil tanpa
menggunakan tangan kita, melainkan anggota tubuh lain. Pos 2, disini seru,
soalnya saya kena lagi kesialan, saya emang susah buat ngehafal lirik. Lirik
SLAYS aja, kadang saya lupa, oiya SLAYS itu nama band saya, bisa di follow
@SLAYSUCKS, hehe jadi iklan.
Disini saya
diminta untuk menyanyikan yel-yel mellow buatan kelompok, dan hasilnya
mengecewakan saya lupa lirik. Tapi di pos ini saya dituntut untuk mengasah
tajam intelejensi. Masuk Pos 3, lagi-lagi kena sial, saya kembali disuruh
menyanyikan yel kelompok yang ceria, dan saya gak hafal lagi liriknya. Hahaha.
Disini kekompakan kembali dituntut, dimana kebersamaan harus dapat dijalani
tanpa menyakiti satu sama lain. Pos 4,
gak jauh beda dari pos 1 inti dari apa yang kami lakukan dan pos 5, ini
pos terakhir perjalanan siang, dan disini agak seru, soalnya kita diminta untuk
Orasi dihadapan Pohon mengenai prosesi Kaderisasi kami. Hal konyol pun terjadi
disaat sebuah pilus, makanan dengan ukuran sebesar 6x kapsul obat harus
dioper-oper lewat mulut, lo bayangin men, bibir ke bibir itu jaraknya gak jauh
dari 1cm, parah, parah bener dah, gapengen lagi. Hahaha
Bagian 4
Perjalanan Sesungguhnya: Malam Tanpa
Bintang, Hati sangat Gundah, Perut Keroncongan, namun Ini Memorable.
Dini hari kami
sudah dibangunkan oleh suara teriakan orang-orang yang memaksa membangunkan
kita dari istirahat malam yang menenangkan. Entah apa salah kami, perasaan baru
saja memejamkan mata, eh udah harus bergerak lagi. Disini saya gak heran,
karena emang kita sedang dalam sebuah prosesi penobatan istilahnya, dimana
sistematika yang harus dilewati ya semacam ini, perjalanan malam. Perjalanan
ini dimotori oleh kakak-kakak angkatan mulai dari 2010. 2009, 2008, 2007, 2006
dan Alumni yang tahunnya sangat terpecah-pecah. Satu pertanyaan didalam diri
saya yang
terus merasuki otak yang mulai
error ini, nanti bakal diapain ya? Ditampar kah? Ditonjok? Dikasih hadiah hal
yang mengenakkan lah pokonya yang udah terbayang di kepala. Namun semua
pertanyaan itu gak akan pernah kejawab kalo kita gak coba hadapi kan?
Akhirnya saya pun beranjak dari dalam tenda yang sempit dan hangat untuk
mengikuti rentetan prosesi penobatan.
Atas nama Maharaja Sriwijaya, ini pertama kalinya
saya jalan-jalan dengan memakai kaos satu biji doang, men. Bisa-bisa masuk
angin dalam hati berkata, tapi gak apa-apalah, toh kalo sampai saya sakit masih
ada medis. Hahaha. Oke, pengalaman jalan malam sebelumnya saya dapatkan di
perjalanan menuju Puncak Mahameru di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Lumajang,
Jawa Timur pada akhir tahhun 2012 lalu. Disana saya have fun, walau keadaan
sangat jauh berbeda dari perjalanan dan track hari ini di Bukit Unggul. Tapi,
tak apalah,, pengalaman itu sangat dibutuhkan sebagai makhluk hidup, apa kalian
mau saat mati nanti tidak bisa mengilustrasikan bagaimana dunia? Tidak kan,
maka dari itu carilah ilmu dan pengalaman sebanyak mungkin.
Perjalanan pun
dimulai, dengan memasuki pos angkatan 2010, disini Kepemimpinan yang sangat
diharapkan oleh para kakak tingkat, karena memang dalam sebuah organisasi atau
menejemen diri sendiri, sikap dan sifat kepemimpinan kita itu sangatlah
penting, jangan mudah terintervensi oleh orang yang gak jelas, teguh pendirian,
sob. Pos 2, disini diisi oleh angkatan 2009, dalam hati sudah seram melihat
kakak-kakak yang sangar-sangar, namun setelah diberi beberapa pertanyaan,
motivasi dan akhirnya inti dari persoalan di pos ini adalah mengajarkan
bagaimana Menyelesaikan Suatu Masalah dan Intelektual. Hujan pun datang
mengguyur, sembari menunggu reda kami masih stay di pos 2. Selesai hujan, kami
lanjut menuju pos 3 yang diisi oleh angkatan 2008, baru datang kita sudah
diberi hadiah kasing sayang, yaitu push up. Ini pengalaman pertama kali push up
dini hari dalem hutan dan asa konyol aja, hahaha. Sehabis itu kami diberikan
games yang sebenernya untuk menunjukkan Sifat Kepemimpinan seorang Pemimpin
yang sebenarnya, pemimpin yang diterima anggotanya, pemimpin yang bisa mengajak
anggotanya kearah yang lebih baik, pemimpin yang disayangi anggotanya dan
pemimpin yang tidak kenal suatu perbedaan. Contoh kongkret di dunia ya semacam
Bapak Joko Widodo, mantan Walikota Solo yang sekarang menjabat sebagai Gubernur
Jakarta, keren gak tuh? Pemimpin yang disayangi rakyatnya.
Masuklah kita
di pos 4, dimana disini diisi oleh kakak-kakak dari 2007, gak banyak aneh-aneh
disini, kita cuman dikasih bimbingan bahwa kita akan dan pasti suatu saat
mendapatkan cobaan, yakni memutuskan suatu perintah atau pilihan di dunia ini
dan hanya bisa kita putuskan dalam waktu yang singkat. Setelahnya kita pun
merayap menuju pos terakhir yang letaknya diatas kami, jadi kami merayap dengan
penuh semangat membara di dalam dada, dan hasilnya enak, asli enak banget, men.
Sesampai di pos terkhir ini, kita disambut oleh kata-kata hina, yakni mau di
gampar gak sama kita? Hahaha parah kan?
Gak juga ya? Oke deh, next kita pun dikasih games gotong royong yang namanya
push up berantai, ini seru men pengen lagi kapan-kapan. Nah di pos ini saya
udah keburu lupa moral value nya apa, soalnya tulisan ini kelamaan saya bikin
dari saat PAB lalu, jadi maklum ya. Saya terlalu sering mengkonsumsi apa yang
tidak seharusnya dikonsumsi, hehehe.
Bagian 5
Episode Terindah: Bukit Unggul, tempat
Kelahiran Kita. Ya Warga HIMAS terlantik di tahun 2013. Cerdas, Militan dan
Progresif.
Akhirnya, kami
pun dapat mengakhiri semua gundah gulana kerisauan hati kita semua masalah PAB,
setelah kita berhasil melampauinya. Dibagian ini, saya rasa adalah akhir dai
segala rasa sebel sama kakak tingkat dn sebagainya lah, dan ini adalah pintu
gerbang menuju kehidupan bermasyarakat yang sebenarnya. Diawali dari prosesi
yang sangat menyakitkan kita pun akan mendapatkan buah yang sesungguhnya. Suatu
kemanangan itu tidak ada yang didapatkan dengan Cuma-Cuma, semua butuh proses,
seperti Ulat, untuk menjadi Kupu-kupu yang Cantik dia harus melewati fase-fase
dahulu, ya seperti itu lah kita, karena Metamorfisis itu sangat kita butuhkan
dalam kehidupan. Lewat organisasi resmi sekelas HIMAS ini, saya dapat kembali
memetik banyak nilai moral dalam kehidupan, oleh karenanya penyesalan saya
dahulu terbayar semua dengan apa yang terjadi hingga akhirnya saya pun
meneteskan air mata bahagia, air mata haru, dan juga air mata kemenangan.
Pagi hari ini
kami semua merasakan rasa senang telah dapat menyelesaikan rangkaian proses
kaderisasi. Semua terlihat dapat melebarkan raut bibir mereka, semua terlihat
senang bukan kepalang. Kita pun diberi hadiah khas dari para kakak-kakak
angkatan kita, hingga akhirnya kita semua melepas name tag, topi dan syal yang
menandakan berakhirnya prosesi kaderisasi, dan kita? Ya kita adalah
pemenangnya, we’re the winner in this game.
Jujur saja,
mungkin setelah umur 13, saya mungkin hanya meneteskan air mata tiga kali, saat
Kakek dari Ayah saya meninggal, Saat Nenek Buyut dari Ibu saya meninggal dan
Hari ini, ya hari dimana saya dilantik menjadi anggota dari Keluarg Besar
Himpunan Mahasiswa Pendidikan Sejarah di UPI. Hari ini, adalah hari kelahiran
kita, hari dimana angkatan 2013 dapat melewati ribuan rintangan yang menghalau
didepan wajah, yang seakann-akan terus menggerogoti kepercayaan diri juga
semangat. Aneh memang bila bicara mengapa kita bisa melewatinya, padahal dalam
hati kita selalu ngedumel dalem hati, ya itu memang mungkin sebuah proses,
dinamika dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan ini saya Dwi Nur Akbar Wijaksono
untuk Bangsa Indonesia,
dan untuk semua orang yang saya kenal, semoga setelah melewati ini saya akan
menjadi pribadi yang jauh-jauh lebih baik dari sebelumnya.
Prolog
Dibagian ini
saya akan menceritakan mengapa saya menuliskan tulisan ini. Tulisan ini
didasari dari rasa malu saya, rasa senang saya sekaligus perasaan yang tak
dapat saya ungkapkan lewat kata-kata. Terlalu banyak dinamika dalam menjalani
kaderisasi, saya mengakui kebanyakan dari kesalahan saya semasa di kader itu
murni kesengajaan, oleh karenanya setelah melewati hari pengukuhan saya
tersadar, bahwa yang namanya hidup itu adalah proses, gak ada enak tanpa susah.
Contohnya gakan ada orang sukses tanpa usaha yang keras, gak putus asa dan
mental tempe bahkan mental kerupuk
yang kalo kebanjur air langsung kempes, melempem.
Saya, dengan
berat harus mau menjilat kembali ludah yang telah saya keluarkan di
tulisan-tulisan saya sebelumnya, dimana isinya penuh dengan hujatan dan rasa
kesal. Mungkin waktu pada saat itu saya masih dalam suasana pancaroba, atau
peralihan dari SMA ke Mahasiswa, jelas jauh perbandingan secara Intelektual
antara anak remaja dan anak dewasa. Oleh karena hal tersebut saya amat sangat
merasa bersalah, dan ucapan terimakasih tak ayal akan selalu saya lontarkan
untuk orang-orang yang telah mensupport saya dan mengkader saya menjadi manusia
yang baik dimasa yang akan datang.
Dari awal masuk pendidikan
sejarah UPI, saya sudah sangat tidak tertarik dengan apa yang disebut
organisasi, mau itu himpunan mahasiswa disetiap jurusannya, atau ukm. Jujur
saja, saya memang anaknya begajulan, seenaknya lah istiahnya dan susah untuk
mengikuti peraturan yang berlaku di suatu tempat, maka dari itu saya masih
terus mencoba beradaptasi ditempat yang baru ini.
Harapan saya
kedepan setelah semua yang telah saya alami, pasti adlah kehidupan yang lebih
baik, semoga dengan apa yang telah saya lakukan selama ini menjadi sebuah
berkah bagi diri saya pribadi, dan akan menjadi sebuah acuan untuk diri saya
menjadi jauh lebih baik dari sebelum-sebelumnya. Ini sebuah wadah baru untuk
saya menyalurkan ekspresi saya lewat karya seni kontemporer, saya tidak
menyesali gagal masuk desain murni ITB, saya tidak menyesali gagal saat tes UGM
mengambil Kehutanan, karena mungkin memang disini jalan hidup saya di
Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia.
Ini adalah sebuah tulisan yang saya dedikasikan untuk
teman-teman Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia tahun 2013 dan
juga seluruh orang-orang yang telah berperan dalam pembentukan diri saya menuju
arah yang lebih baik. Tulisan ini teruntuk semua Kakak-kakak Angkatan dari awal
Pendidikan Sejarah lahir hingga sampai waktu yang tidak diketahui nanti.
Ini untuk
semua orang-orang yang saya cintai, sebuah Episode Terindah, di dalam hidup
saya, sebuah pengalaman serta kelahiran diri saya yang baru, atau bisa dibilang
sebuah metamorfosis dari saya yang lalu menjadi saya yang terbaharui.
Kutuliskan ini untuk semua yang telah mengisi diri saya menjadi saya yang
terbaharui.
MENJILAT LUDAH: EPISODE TERINDAH.
Ini adalah sebuah episode
terakhir perjalanan Mahasiswa Baru pada masa kaderisasi untuk bergabung didalam
wadah besar Mahasiswa. Segala suatu hal yang mungkin akan terjadi dimasa
endatang akan saya coba kembali tulisakan, karena peristiwa-peristiwa penting
akan selalu diingat dan dikenang bila ada sebuah tulisan yang mendokumentasikannya.
Oleh karena itu, saya Dwi Nur Akbar Wijaksono dengan ini menutup Jurnal dimasa
menjadi seorang Mahasiswa Baru.
NO BULLET CAN STOP YOUR DREAMS.