MUMAS (Musyawarah Mahasiswa)
“Sesuatu yang dirasa tidak nyaman, akan selalu
dirasa tidak nyaman ketika tidak pernah mencoba untuk merasakan ketidaknyamanan
tersebut, yang mungkin akan memunculkan sebuah kenyamanan yang tak terduga.”
Wayungyang Rarasati lebih akrab
dipanggil Raras baru saja mengakhiri sebuah perkuliahan. Ia adalah seorang mahasiswi jurusan
Pendidikan Sejarah di sebuah Universitas berlabel Pendidikan di bilangan
Setiabudhi. Ia baru saja memikirkan bagaimana rasanya menjadi Guru nanti? Tiba-tiba
sahabat nya Dewi datang mengajaknya makan siang.
Dalam perjalanan menuju kedai
makanan Dewi sedikit membicarakan tentang MUMAS (Musyawarah Mahasiswa) yang
akan diselenggarakan oleh himpunan. Raras terlihat bingung ketika Dewi
membicarakan hal tersebut, karena ia merasa hal tersebut kurang menarik
perhatiannya. Setibanya di kedai makanan mereka langsung dengan sigap memesan
hidangan santap siang di hari yang cukup mendung.
Setelah santap siang mereka
memutuskan untuk berpisah. Dewi yang berasal dari luar kota langsung kembali
pulang menuju kontrakannya. Raras tinggal di daerah pinggiran kota dan jarak
dari kampus ke rumahnya sekitar
tigapuluh menit bila ditempuh menggunakan kendaraan bermotor. Rumah Raras
bagaikan sebuah oasis ditengah padang pasir, karena keindahan pesona alam
sekitar rumahnya.
Kini awal bulan Juni dimana umat
muslim akan segera melaksanakan ibadah puasa di akhir juni, serta mahasiswa
baru yang lolos SNMPTN akan segera datang untuk menjadi bagian dari kampus
Raras. Cuaca mulai tidak karuan, terkadang cerah dan terkadang mendung bahkan
hujan. Raras sangat antusiai karena ia
akan segera menyelesaikan semester dua perkuliahannya.
Ketika sampai di rumah, ia langsung menuju
kamarnya dan memikirkan beberapa kemungkinan dari perkataan Dewi siang tadi. Ia
memikirkan apa sih MUMAS? Apa yang akan terjadi disana? Apakah akan serupa
dengan apa yang ia rasakan di Sidang LDKM (Latihan Dasar Kepemimpinan
Mahasiswa) atau akan jauh lebih tidak menyenangkan dari itu? Ia terus
memikirkannya hingga terlelap.
Raras memang pernah mengalami hal
kurang menyenangkan ketika mengikuti sebuah acara di Himpunan Pendidikan
Sejarah di kampusnya itu. Temannya Arnelita mengalami luka dikepala nya setelah
dilempar botol oleh entah siapa, seseorang yang ada di acara tersebut ketika
lampu dimatikan. Hal tersebut sedikit mengganggu pikiran Raras untuk ikut serta
dalam kegiatan Himpunan Sejarah.
Hari ini hari Jumat, di sore hari
Raras biasa latihan piano di sebuah tempat les musik di bilangan Gatot Subroto.
Ia sedikit banyak menanyakan tentang musyawarah mahasiswa kepada temannya yang
sedang studi di tingkat tiga. Jawaban dari temannya itu cukup simple.
“Mumas,
ya cuman mumas, ras. Seru lho, kamu bakal ngerasain yang namanya duduk di kursi
fraksi kalo mau. Atau Cuma duduk menyimak di kursi peninjau. Ya, kayak anggota
dewan gitu. Gausah takut, seru kok. Kalo di kampus aku sih, emang formal
keadaannya, tapi bukan masalah kok.”
Setelah
mendapatkan jawaban yang mantap dari temannya itu, Raras kembali memikirkan
untuk datang ke Mumas. Dengan harapan apa yang dikatakan temannya itu benar
adanya, dan keraguan itu harus ia jawab dengan datang ke mumas dan
merasakannya. Akhirnya, dengan tekad yang bulat ia menyediakan diri untuk
datang ke mumas hari pertama keesokan harinya.
Dengaan
perasaan yang campur aduk gak karuan, Raras tiba di area parkir dan bergegas menuju
gedung University Center untuk mengikuti Mumas yang pertama dalam hidupnya.
Awalnya perasaan tegang dan gak keruan itu terus hinggap, namun ketika acara
demi acara di awal mumas berjalan, ia tidak merasa gundah lagi. Malahan ia
merasa senang dan tenang di dalam ruangan mumas.
Yang
disayangkan oleh Raras adalah, ketika ia tidak duduk di kursi fraksi. Hanya
ikut menyimak keseruan mumas di kursi peninjau. Ya, ia merasa belum siap, dan
demi menghargai para pria yang memang seharusnya terlebih dahulu duduk di kursi
fraksi itu, disusul dirinya bila kesempatan datang menghampiri.
Hari
peretama dan kedua mumas telah ia lewati. Akhirnya di sidang pleno kedua, ia
mendapat kesempatan untuk duduk di kursi fraksi bersama empat orang teman
lainnya yang notabene laki-laki. Ia duduk di fraksi bersama Deni, Rino, Arif
dan Muhammad. Perasaan tegang memang ia rasakan karena seorang wanita sendirian
di fraksi angkatan baru. Dan keadaan fraksi lain diisi pria-pria jantan, meski
ada satu fraksi diisi satu kursi oleh wanita pula.
Mumas
pleno kedua ini dirasa cukup berat bagi Raras yang seorang wanita. Ia merasakan
yang namanya dinginnya malam di setiabudhi, ia juga merasakan yang namanya
telat makan dan gangguan asap rokok dari para anggota fraksi yang mengikuti
sidang mumas. Jawaban dari pertanyaan yang diragukan oleh Raras pada awal ia
diajak mumas, sedikit-banyak mulai terjawab.
Sejauh
ia mengikuti mumas, ia merasakan aura yang berbeda. Hal berbeda itu seperti apa
yang ia rasakan di LDKM tidak terulang di mumas ini, dan juga apa yang ia
takutkan akan kegalakan dan jahilnya kakak-kakak tingkatnya sama sekali tidak
terjadi. Ia merasakan yang namanya rasa kekluargaan juga ketenangan, meski ia
ada di dalam tekanan, karena sebagai anggota fraksi. Fraksi harus lebih vokal
dan kritis terhadap draft yang sedang dibahas.
Mumas
pleno kedua baru saja berakhir. Raras yang merasa kurang enak badan memutuskan
untuk bermalam di kontrakan Dewi. Ia menceritakan pengalaman yang ia dapat di
mumas kepada Dewi. Dewi yang pada saat itu hanya mengikuti mumas beberapa kali
dan belang betong pun mulai berpikir untuk rajin mengikuti mumas. Rasa itu
muncul ketika Raras yang awalnya meragukan acara itu, serta merasa aneh juga
kepada Dewi, karena Dewi yang mengajaknya, tetapi Dewi sendiri yang jarang
datang ke mumas. Walaupun datang Dewi hanya duduk, dan rekor duduk terlama Dewi
hanya selama tiga jam. Raras mulai sedikit kesal juga dengan sikap Dewi, namun
Raras ditenangkan dengan pengalaman berharga yang ia dapat ketika mumas.
Apalagi, ia mendapat kesempatan untuk duduk di kursi fraksi, ya walau hanya
sekali.
Raras
yang merasa stigma yang tertanam pada dirinya mengenai mumas sudah terpatahkan
dengan pengalamannya terjun langsung ke dalam acara itu. Akhirnya, Raras dengan
segenap rasa bahagia tanpa kecewa, meski di beberapa kesempatan ia kurang
senang mengikuti mumas karena gangguan dari para lelaki yang menggoda nya.
Pada
akhirnya Raras memutuskan untuk menuliskan pengalaman yang ia dapatkan itu di
blog pribadinya. Secara garis besar tulisan di blog nya itu berisikan
statement-statement matang tentang mumas. Secara jelas ia tulis di akun blog
pribadinya seperti ini:
“Mumas
merupakan bagian dari Forum Tertinggi Himpunan, karena itu gak seharusnya kita
yang ‘masih baru’ di tempat ini untuk selalu takut dan gak pernah mencoba
sesuatu yang dirasa berat. Tanpa adanya usaha untuk mencoba dan ‘tersesat’ kita
gak akan dapetin sebuah warna baru dalam hidup, sebuah kesempatan dimana hal yang
kita rasa gak menyenangkan, buang-buang waktu, dsb akan dirasa menyenangkan dan
menagih.
Lewat
event-event kayak mumas, aku secara pribadi ngerasain yang namanya rasa
Keluarga, rasa kasih dari kakak tingkat ke adik tingkat. Sebuah kesempatan
langka dimana aku bisa kenal dan terus silaturahmi dengan kakak-kakak yang jauh
diatas kita, kenal dengan angkatan 2007, 2008, 2009, 2010 hingga mengenal lebih
jauh sifat dan sikap dari angkatan 2012, dimana nantinya kita akan menjadi
pengurus magang membantu mereka mengurus himpunan yang sudah mencapai angka
setengah abad lebih ini.
Di mumas, di
dalam forum tertinggi himpunan kita, disitulah tempat kita belajar
berorganisasi, belajar tertib administrasi, belajar untuk tidak mengulang
kesalahan, belajar untuk saling menghargai pendapat orang lain, pengalaman
berharga dimana pada akhirnya kita bisa saling sapa, bercanda dengan angkatan
diluar angkatan kita. Inget temen-temen, buat temen-temen yang gak dapetin
pengalaman ini di mumas, sayang banget temen-temen udah dengan ikhlas dan
senang hati dimarah-marah, dihukum hingga dilantik jauh-jauh, kedinginan,
kelaparan karena koki yang kurang mahir memasak dsb.
Temen-temen kalo
emang mau berontak ya total, jangan manut-manut tapi pada akhirnya menolak
dengan tegas. Temen-temen jangan hanya manggut-manggut nurut, kalo emang dirasa
temen-temen kepaksa buat ikut di himpunan ini, lebih baik temen-temen sejak
dulu berontak, kayak teman kita. Gausah disebut namanya, takut pencemaran nama
baik, haha. Ya, pokoknya kayak gitu. Nyesel yang gak ngerasain mumas kemarin,
aku berani taruhan. Yang ikut mumas dengan yang gak ikut mumas, pengalaman
hidupnya plus satu buat yang ikut mumas, karena emang seru, gak ada
sakit-sakitan, gak ada hinaan, dsb. Disana all-time happy, funny, kenyang,
pokoknya seru kekeluargaannya berasa banget, walau asap rokok mengganggu aku
nafas, haha. Sampai jumpa di tulisan aku selanjutnya yaa.”
Begitulah penuturan Wayungyang
Rarasati dalam blog pribadinya. Jelas ada banyak sekali nada dalam tulisannya
itu, ada senang, sedih hingga penyesalan. Namun semua yang ia tulis kurang
lebihnya merupakan apa yang berhasil ia raih dari sebuah pertanyaan yang ia
lontarkan, dan dengan berani ia mencoba untuk mencari tahu jawaban dari
pertanyaan dalam hidupnya tersebut.
SELESAI
***
Pengenalan makna
nama tokok dalam kisah MUMAS (Musyawarah Mahasiswa)
Nama
Wayungyang Rarasati sebenarnya saya ambil dari kisah legenda Sangkuriang.
Wayungyang sendiri merupakan nama dari Babi Hutan Betina yang meminum air
kencing Raja Sungging Perbangkara yang pada akhirnya menyebabkan Wayungyang
hamil, dan melahirkan seorang anak perempuan yang cantik jelita Dayang Sumbi
(Danghyang) atau nama lainnya adalah Rarasati.
-
Wayungyang
> w(b)ayeungyang = perasaan tidak
tentram, gundah gulana.
Maknanya: Seseorang yang masih berada dalam sifat
kehewanan tetapi telah mulai bimbang dan menginginkan menjadi seorang manusia
seutuhnya (berperikemanusiaan).
-
Rarasati
> Raras = perasaan yang sangat
halus, > ati = hati, qalbu.
Maknanya: Hati atau qalbu yang penuh dengan
kehalusan budi karena mendapat pancaran sinar Ilahi.
Terjemahan
bebas yang saya lakukan dengan mensingkronisasikan kedua nama tersebut menjadi
satu. Hasil dari terjemahan yang saya tetaskan adalah:
“Kita
masih dalam keadaan bimbang, atau mencari jatidiri dalam organisasi
(Wayungyang). Sebenarnya lebih tepat menggunakan kata kemanusiaan ketimbang
organisasi, namun dalam penulisan ini, saya bertujuan untuk memunculkan rasa
cinta terhadap keorganisasian dalam diri kawan-kawan saya untuk himpunan
Sejarah. Hasil yang diperoleh dari pencarian ini, diartikan melalui menjawab
pertanyaan dengan mencoba hal yang dipertanyakan (mengikuti MUMAS atau kegiatan
lain dalam Himpunan) untuk melahirkan kata hati (Rarasati) kata hati akan
menghasilkan dua kemungkinan. Pertama cinta dan mau ikut serta, atau kedua
malah makin antipati dan mengesampingkan nilai moral dan kemanusiaan.”
Begitulah
kurang lebihnya maksud saya menjadikan tokok Wayungyang Rarasati sebagai tokoh
utama dalam cerita MUMAS (Musyawarah Mahasiswa) ini. Cerita ini sebenarnya
didedikasikan untuk rekan-rekan seperjuangan saya di Pendidikan Sejarah
angkatan 2013. Namun, semoga pesan dari cerita yang saya sampaikan dapat
diterima untuk beberapa model kasus yang sama dengan latar dan problem yang
berbeda, semoga. Terimakasih atas perhatiannya. Tabik!
“Kalau hidup
sekedar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalo kerja sekedar bekerja, kera juga bekerja.”
– Buya HAMKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar