Suasana sore hari di kampus ku
begitu menakjubkan. Dimana burung-burung berterbangan seraya melakukan teknik
formasi ala AURI sedang nampang di pagelaran Angkatan Bersenjata. Ditemani
angin sepoy-sepoy ala film-film hollywood syuting di Hawaii. Indah banget
pokoknya, harus coba rasain serunya!
Hari ini hari dimana kawan-kawan
seperjuanganku di Pendidikan Sejarah UPI sedang melawan rasa malas untuk
menuntut ilmu. Mereka sedang mengikuti SP apa sih? Yap, semester pendek. Saking
pendeknya cuman dua bulan, mending juga les di G* atau Ne*t**n, hahaha.
Oke,
kembali ke suasana sore di kampus ku, UPI di kawasan Jl. Dr. Setiabudhi, lebih
beken dipanggil kampus UPI Bumi Siliwangi. Disini aku berusaha sekuat tenaga
mengejar gelar S,Pd. Ya, sarjana pendidikan untuk jurusan yang ku pilih
Pendidikan Sejarah. Sore yang indah ini kuhabiskan dengan menyedot beberapa
game-game playstation satu. Lumayan, ketika para mahasiswa hanya segelintir
yang kuliah, maka kesempatan emas untuk memaksimalkan jaringan nir kabel alias
wi-fi untuk mengunduh sebanyak-banyaknya apapun yang perlu dan ada pula yang
tidak perlu untuk aku unduh.
Sebenarnya
hari ini adalah hari yang aku sendiri gatau kenapa, kenapa gimana? Kan udah aku
bilang, aku gatau, haha. Oke, sebenarnya hari ini merupakan hari dimana aku
bertemu dengan kekasihku, ya seorang gadis mungil yang lucu nan cantik jelita.
Namanya Rani Silvia, seorang gadis yang tinggal di bilangan pajajaran, bandung.
Hari ini aku ketemu sama dia, juga dapet kesempatan buat mengunduh berbagai
macam file-file yang dibutuhkan komputer jinjing ku.
Maklum,
aku bukan seorang sosialita yang konsumerisme, jadi aku belum kepikiran buat
beli acang yang kawan-kawan sudah miliki. Ya, karena menilik dari nilai guna,
itu belum sangat berguna buat aku secara pribadi juga untuk keluargaku secara
umum – apa coba?. Nah, berawal dari bertemu dengan kekasihku, aku membeli
beberapa bungkus makanan ringan untuk ngemil.
Karena
kawanku Tendy dan Aldilla mengajakku untuk lari di sore hari indah ini di
Stadion UPI. Aku keluarkan uang sepuluh ribu rpiah dari dompetku untuk membayar
cemilan seharga empat ribu rupiah. Secara tidak sadar uang yang akan kembali ke
saku ku adalah enam ribu rupiah.
Akhirnya
aku dan kawan-kawan juga kekasihku beranjak menuju arah stadion UPI untuk lari
sore, oiya aku sebenernya gak akan lari, sekedar melihat dan menilik indahnya
sore di kampusku. Mereka pun dengan bergegas menuju tempat tujuan. Setelah
mengalami banyak prosesi – seperti pada upacara galungan dan kuningan, haha gak
juga sih terlalu lebay. Akhirnya, diputuskanlah untuk renang di gelanggang
renang, namun sayang kedatangan kami jam lima sore sama saja dengan menyalib
diri, karena gelanggang ditutup jam lima sore. Dan pilihan terakhir adalah
lari. Sayang sekali, belum sempat untuk berlari kawanku Rindu dan Acep telah
terlebih dahulu memutuskan untuk lari sedangkan Tendy dan Aldilla tidak sempat
untuk lari, karena tempat akan segera ditutup juga.
Dengan
perasaanku yang semi-semi melow karena cuaca yang cukup aneh ditambah kawanku
Syifa yang terlihat kecewa karena gagal berenang. Kami pun terpisah-pisah, dan
aku dan kekasihku Rani memutuskan untuk pulang. Sesampai di dekat gedung pasca
sarjana kumandang adzan maghrib mulai berkumandang, tanpa banyak berpikir aku
dan Rani memutuskan untuk sholat dahulu dilanjutkan pergi menuju toko buku di
bilangan supratman.
Sholat
baru saja berakhir. Pertanda aku harus bergegas ke bawah untuk bertemu dengan
Rani untuk melanjutkan perjalanan kita menuju toko buku. Tiba-tiba sesaat setelah
aku keluar pintu masjid Al-Furqon ada bapak-bapak menegurku.
“A,
AA kuliah disini?”
“Iya,
pak. Saya kuliah disini.”
“Udah
berapa tahun kuliah disini?”
“Baru
mau satu tahun, sekarang mau semester tiga.”
“Oh,
tinggal dimana?”
“Saya
tinggal di Cimahi, di baros, pak.”
“Disana
ya. Saya banyak sodara disana.”
Bapak-bapak
itu menuju ke tempat penitipan sepatu untuk mengambil sepatunya. Dan saya
bergegas menuju keluar untuk memakai sepatu. Sebenarnya, cukup mengagetkan
juga, tiba-tiba ada orang SKSD (Sok Kenaal Sok Dekat) kayak yang pernah ketemu.
Dingin banget si bapak nya, kayak yang gak tahu malu. Sesaat lagi make sepatu,
bapak itu dateng lagi.
“Asalnya
dari mana? Jakarta ya?”
“Bukan,
pak. Saya asli sini.”
“Oh,
saya kira dari Jakarta. Jadi gini, A. Saya ini mau ke leuwipanjang, tapi kurang
uang Rp 6000, saya boleh minta gak, A?”
“Oh,
hehe. Boleh, pak. Emangnya bapak dari mana?”
“Saya
dari Jogja, kula saking Jogja (saya dari jogja).”
Sambil
mengodok saku belakang, saya beri deh uang enam ribu yang saya punya.
“Ini,
pak.”
“Iya,
terimakasih banyak ya, A”
“Iya,
pak. Sama-sama.”
Bapak-bapak
itu berlalu menuju arah SD Isola, dan saya duduk di depan Al-Furqon. Awalnya
aku udah semi-takut, ini orang mau ngapain. Tapi pada akhirnya klimaksnya,
bapak itu Cuma sekedar minta uang enam ribu rupiah. Nah, aku jadi kepikiran
kan, kenapa harus enam ribu rupiah? Kalo emang bapak-bapak itu niat buat minta
uang, kenapa gak sepuluh ribu? Atau lima puluh ribu? Atau lima ribu yang bulat
gitu kan.
Kenapa
enam ribu? Dengan keadaan uang disaku belakangku itu enam ribu rupiah. Dan aneh
juga, ketika bapak-bapak itu, kenapa harus meminta uang ke saya? Kan ada banyak
orang di amsjid pada saat itu. Ada kemungkinan memberi kan ketika dia minta
tolong ke bapak-bapak lagi, atau yang seumuran dengan dia. Bukan anak kuliahan
yang uang buat beli rokok aja bingung.
Aku
mulai bingung ketika itu, dimana aku semi-semi curiga mau diapain nih sama ini
orang. Maklum aku pernah ngalamin yang namanya dijambret baik-baik dan itu
sakit banget rasanya, eheheh. Aku juga lupa bukanya liat itu bapak-bapak, siapa
tahu aja dia menghilang kan? Kayak di sinema-sinema yang ditayangin di stasiun
tv yang sekarang udah ganti nama gegara ribut kepemilikan saham, ehehe.
Begitu
Rani keluar dari masjid langsung aku ceritain aja kejadian enam ribu rupiah dan
bapak-bapak aneh tadi. Seperti aku, dia juga kebingungan, kenapa harus kayak
gitu. Kembalikan aja ke yang Maha Kuasa, supaya tidak membingungkan hidup aku
yang udah absurd ini, haha. Masih ingat kan? Uang enam ribu aku dapet dari
kembalian beli cemilan sore hari. Dan kenpa harus bapak-bapak itu minta uang
enam ribu ke aku? Kenapa gak lebih atau dibulatin mintanya? Fyuuuuh.
Setelah
rehat dengan merokok sebatang kretek filter juga cerita dengan Rani. Kita
langsung menuju ke toko buku di bilangan supratman untuk membeli buku karya
Jostein Gaarder yang terkenal, karena udah sampai dua belas kali di cetak
bukunya buat versi gold dan sembilan belas kali cetak untuk edisi lama, ya judulnya Dunia Sophie dan sebuah buku untuk pengetahuan musik. Buku
karya Theodore KS seorang jurnalis di Kompas, judul bukunya Rock ‘n Roll
Industri Musik Indonesia: dari Analog ke Digital.
By
the way, buku-buku itu lagi diskon di toko buku yang aku sambangi, lumayan 25%.
Sampai berjumpa lagi di cerita-cerita lain mengenai hidupku yang lucu, aneh dan
gak bisa diprediksi kawan. Om swastiastu, mugia gede raharja, astungkara.
Tabik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar