Rabu, 25 Juni 2014

Misteri Enam Ribu Rupiah


            Suasana sore hari di kampus ku begitu menakjubkan. Dimana burung-burung berterbangan seraya melakukan teknik formasi ala AURI sedang nampang di pagelaran Angkatan Bersenjata. Ditemani angin sepoy-sepoy ala film-film hollywood syuting di Hawaii. Indah banget pokoknya, harus coba rasain serunya!
            Hari ini hari dimana kawan-kawan seperjuanganku di Pendidikan Sejarah UPI sedang melawan rasa malas untuk menuntut ilmu. Mereka sedang mengikuti SP apa sih? Yap, semester pendek. Saking pendeknya cuman dua bulan, mending juga les di G* atau Ne*t**n, hahaha.
Oke, kembali ke suasana sore di kampus ku, UPI di kawasan Jl. Dr. Setiabudhi, lebih beken dipanggil kampus UPI Bumi Siliwangi. Disini aku berusaha sekuat tenaga mengejar gelar S,Pd. Ya, sarjana pendidikan untuk jurusan yang ku pilih Pendidikan Sejarah. Sore yang indah ini kuhabiskan dengan menyedot beberapa game-game playstation satu. Lumayan, ketika para mahasiswa hanya segelintir yang kuliah, maka kesempatan emas untuk memaksimalkan jaringan nir kabel alias wi-fi untuk mengunduh sebanyak-banyaknya apapun yang perlu dan ada pula yang tidak perlu untuk aku unduh.
Sebenarnya hari ini adalah hari yang aku sendiri gatau kenapa, kenapa gimana? Kan udah aku bilang, aku gatau, haha. Oke, sebenarnya hari ini merupakan hari dimana aku bertemu dengan kekasihku, ya seorang gadis mungil yang lucu nan cantik jelita. Namanya Rani Silvia, seorang gadis yang tinggal di bilangan pajajaran, bandung. Hari ini aku ketemu sama dia, juga dapet kesempatan buat mengunduh berbagai macam file-file yang dibutuhkan komputer jinjing ku.
Maklum, aku bukan seorang sosialita yang konsumerisme, jadi aku belum kepikiran buat beli acang yang kawan-kawan sudah miliki. Ya, karena menilik dari nilai guna, itu belum sangat berguna buat aku secara pribadi juga untuk keluargaku secara umum – apa coba?. Nah, berawal dari bertemu dengan kekasihku, aku membeli beberapa bungkus makanan ringan untuk ngemil.
Karena kawanku Tendy dan Aldilla mengajakku untuk lari di sore hari indah ini di Stadion UPI. Aku keluarkan uang sepuluh ribu rpiah dari dompetku untuk membayar cemilan seharga empat ribu rupiah. Secara tidak sadar uang yang akan kembali ke saku ku adalah enam ribu rupiah.
Akhirnya aku dan kawan-kawan juga kekasihku beranjak menuju arah stadion UPI untuk lari sore, oiya aku sebenernya gak akan lari, sekedar melihat dan menilik indahnya sore di kampusku. Mereka pun dengan bergegas menuju tempat tujuan. Setelah mengalami banyak prosesi – seperti pada upacara galungan dan kuningan, haha gak juga sih terlalu lebay. Akhirnya, diputuskanlah untuk renang di gelanggang renang, namun sayang kedatangan kami jam lima sore sama saja dengan menyalib diri, karena gelanggang ditutup jam lima sore. Dan pilihan terakhir adalah lari. Sayang sekali, belum sempat untuk berlari kawanku Rindu dan Acep telah terlebih dahulu memutuskan untuk lari sedangkan Tendy dan Aldilla tidak sempat untuk lari, karena tempat akan segera ditutup juga.
Dengan perasaanku yang semi-semi melow karena cuaca yang cukup aneh ditambah kawanku Syifa yang terlihat kecewa karena gagal berenang. Kami pun terpisah-pisah, dan aku dan kekasihku Rani memutuskan untuk pulang. Sesampai di dekat gedung pasca sarjana kumandang adzan maghrib mulai berkumandang, tanpa banyak berpikir aku dan Rani memutuskan untuk sholat dahulu dilanjutkan pergi menuju toko buku di bilangan supratman.
Sholat baru saja berakhir. Pertanda aku harus bergegas ke bawah untuk bertemu dengan Rani untuk melanjutkan perjalanan kita menuju toko buku. Tiba-tiba sesaat setelah aku keluar pintu masjid Al-Furqon ada bapak-bapak menegurku.
“A, AA kuliah disini?”
“Iya, pak. Saya kuliah disini.”
“Udah berapa tahun kuliah disini?”
“Baru mau satu tahun, sekarang mau semester tiga.”
“Oh, tinggal dimana?”
“Saya tinggal di Cimahi, di baros, pak.”
“Disana ya. Saya banyak sodara disana.”
Bapak-bapak itu menuju ke tempat penitipan sepatu untuk mengambil sepatunya. Dan saya bergegas menuju keluar untuk memakai sepatu. Sebenarnya, cukup mengagetkan juga, tiba-tiba ada orang SKSD (Sok Kenaal Sok Dekat) kayak yang pernah ketemu. Dingin banget si bapak nya, kayak yang gak tahu malu. Sesaat lagi make sepatu, bapak itu dateng lagi.
“Asalnya dari mana? Jakarta ya?”
“Bukan, pak. Saya asli sini.”
“Oh, saya kira dari Jakarta. Jadi gini, A. Saya ini mau ke leuwipanjang, tapi kurang uang Rp 6000, saya boleh minta gak, A?”
“Oh, hehe. Boleh, pak. Emangnya bapak dari mana?”
“Saya dari Jogja, kula saking Jogja (saya dari jogja).”
Sambil mengodok saku belakang, saya beri deh uang enam ribu yang saya punya.
“Ini, pak.”
“Iya, terimakasih banyak ya, A”
“Iya, pak. Sama-sama.”
Bapak-bapak itu berlalu menuju arah SD Isola, dan saya duduk di depan Al-Furqon. Awalnya aku udah semi-takut, ini orang mau ngapain. Tapi pada akhirnya klimaksnya, bapak itu Cuma sekedar minta uang enam ribu rupiah. Nah, aku jadi kepikiran kan, kenapa harus enam ribu rupiah? Kalo emang bapak-bapak itu niat buat minta uang, kenapa gak sepuluh ribu? Atau lima puluh ribu? Atau lima ribu yang bulat gitu kan.
Kenapa enam ribu? Dengan keadaan uang disaku belakangku itu enam ribu rupiah. Dan aneh juga, ketika bapak-bapak itu, kenapa harus meminta uang ke saya? Kan ada banyak orang di amsjid pada saat itu. Ada kemungkinan memberi kan ketika dia minta tolong ke bapak-bapak lagi, atau yang seumuran dengan dia. Bukan anak kuliahan yang uang buat beli rokok aja bingung.
Aku mulai bingung ketika itu, dimana aku semi-semi curiga mau diapain nih sama ini orang. Maklum aku pernah ngalamin yang namanya dijambret baik-baik dan itu sakit banget rasanya, eheheh. Aku juga lupa bukanya liat itu bapak-bapak, siapa tahu aja dia menghilang kan? Kayak di sinema-sinema yang ditayangin di stasiun tv yang sekarang udah ganti nama gegara ribut kepemilikan saham, ehehe.
Begitu Rani keluar dari masjid langsung aku ceritain aja kejadian enam ribu rupiah dan bapak-bapak aneh tadi. Seperti aku, dia juga kebingungan, kenapa harus kayak gitu. Kembalikan aja ke yang Maha Kuasa, supaya tidak membingungkan hidup aku yang udah absurd ini, haha. Masih ingat kan? Uang enam ribu aku dapet dari kembalian beli cemilan sore hari. Dan kenpa harus bapak-bapak itu minta uang enam ribu ke aku? Kenapa gak lebih atau dibulatin mintanya? Fyuuuuh.
Setelah rehat dengan merokok sebatang kretek filter juga cerita dengan Rani. Kita langsung menuju ke toko buku di bilangan supratman untuk membeli buku karya Jostein Gaarder yang terkenal, karena udah sampai dua belas kali di cetak bukunya buat versi gold dan sembilan belas kali cetak untuk edisi lama, ya judulnya Dunia Sophie dan sebuah buku untuk pengetahuan musik. Buku karya Theodore KS seorang jurnalis di Kompas, judul bukunya Rock ‘n Roll Industri Musik Indonesia: dari Analog ke Digital.
By the way, buku-buku itu lagi diskon di toko buku yang aku sambangi, lumayan 25%. Sampai berjumpa lagi di cerita-cerita lain mengenai hidupku yang lucu, aneh dan gak bisa diprediksi kawan. Om swastiastu, mugia gede raharja, astungkara. Tabik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar