Ketika
Persoalan Bangsa tidak dikenal oleh Bangsanya Sendiri: A Trending Topics World
Wide
Selamat bertemu lagi di
analisa sebisanya versi saya. Kali ini isu yang akan saya angkat adalah Ketika
Palestina membius mata orang-orang Indonesia. Pada akhirnya masalah krusial di
negara nya sendiri terlupakan. Belum saja hilang dari ingatan euphoria PEMILU
(Pemilihan Umum) tanggal 9 kemarim untuk menentukannasib bangsa dimana
terpilihnya Presiden lima tahun mendatang. Serangan Zionis ke tanah Palestina
membuat gusar masyarakat Indonesia. Bukan saya tidak aware masalah Palestina,
tapi ada baiknya untuk mengurusi urusan dalam negeri dulu. Beberapa data
dibawah merupakan kritik saya terhadap mentalitas bangsa ini yang aware dan
concern sama kasus yang dilihat dari media sosial. Terkhusus mereka yang issues
maniac karena memantau Trending Topic di media sosial, khususnya Twitter.
1.
Kita bersusah payah menggalang dana untuk Palestina, sedangkan orang-orang
Papua rentan kehilangan nyawa setiap melahirkan.
Bupati
Merauke sampai-sampai mengucurkan dana khusus Rp 2.000.000 untuk Ibu hamil dan
melahirkan. Ini terjadi karena tingkat kesehatan ibu hamil masih rendah. Proses
persalinan juga menjadi salah satu penyebab. Berdasarkan data Dinas Kesehatan
Provinsi Papua, angka kematian bayi (AKB) pada 2007 adalah 24/1000 kelahiran
hidup. Angka itu meningkat menjadi 115/1000 kelahiran hidup pada 2013. Menurut
Kepala Dinas Kesehatan provinsi Papua, Aloysius Glay. Faktor penyebab
meningkatnya AKB adalah gizi buruk, penanganan persalinan yang kurang cakap,
kesehatan lingkungan yang buruk, serta kurangnya wawasan masyarakat mengenai
kesehatan.
Yunike
Howay, dokter anak di Kabupaten Kerom, menuturkan, kondisi geografi Papua
membuat tenaga medis sulit untuk memberikan pelayanan kesehatan di daerah
pedalaman bahkan dana operasional pun kami belum pernah sampai di daerah
sehingga kami kewalahan bahwa pemerintahan ini sanagat meragukan. Selain itu
minimnya sarana yang menunjang kesehatan bayi menjadi penyebab tingginya
AKB. “ Belum ada laat khusus di
puskesmas seperti inkubator. Bayi yang sakit harus dirujuk ke rumah sakit
dengan digendong. Akibatnya, banyak bayi meninggal karena hipotermi dan
berbagai macam penyakit menular,” katanya. (FLO)
Sumber:
The Largest & Most Respected Newspaper dikutip dari http://suarakolaitaga.blogspot.com/2014/04/angka-kematian-bayi-di-papua-meningkat.html?m=1
Dari apa yang saya sajikan diatas terlihat bukan, bahwa
masyarakat negeri ini kurang aware dan concern dengan isu sosial yang krusial
di dalam negerinya sendiri. Untuk itu saya agak tergelitik ketika mereka
berbondong-bondong menyuarakan bantuan bagi Palestina. Bukan saya tidak
memiliki rasa kemanusiaan, tapi ada baiknya kita upayakan membantu permasalahan
dalam negeri dahulu. Memang atas dasar kemanusiaan, penting bagi umat manusia
untuk saling membantu, apalagi urusan nyawa. Tetapi PM Palestina sendiri telah
mengupayakan diri meminta bantuan Mesir. Walaupun begitu bantuan riil seperti
doa dan donasi berupa obat-obatan, dsb juga dibutuhkan.
Dapat mengambil kesimpulan kan? Disaat rekan-rekan
meretweet dan memposting foto anak-anak korban di palestina itu rasanya sama
seperti bayi-bayi di Papua yang meninggal dunia. Yang membedakan bayi-bayi
Palestina hingga berdarah-darah, sedangkan bayi Papua tidak. Bagaimana mau
berdarah ketika baru keluar dari kandungan beberapa ada yang langsung kembali
ke nirwana. Bayi-bayi di Papua, boro-boro bisa lihat indah nya dunia. Mereka
baru mbrojol dari kandungan aja langsung meninggal dunia. Semoga trending
topics tidak mempengaruhi hidup rekan-rekan. Tapi ada segi positif nya, dimana
orang Indonesia mudah cepat tanggap dengan sebuah isu. Namun sayang, kurang
bisa memilah dan memilih isu yang sebenarnya lebih krusial itu ada di dalam
negerinya sendiri.
Mungkin kalau saya pasang status “Selamatkan mereka ya
Tuhan, ampuni dosa mereka. Kaulah Maha Adil. #saveGaza #SavePalestine #Prayfor
bla bla..” itu lebih keren ya? Iya dong keren karena mau tidak mau akan
menimbulkan rasa plus dari orang yang lihat. Kalau status pake tagar otomatis
udah mendunia tuh kicauan kita. Apa karena pemberitaan Palestina lebih masif di
media-media elektronik? Yang membuat rekan-rekan lebih senang dengan
menyuarakan kepedihan mereka? Dengan pemberitaan diserangnya jalur gaza di tv,
atau media lainnya? Dan perbandingan dengan papua yang selalu diberitakannya
tentang keindahan alamnya, tentang koteka nya? Yang sebenarnya ada masalah
besar yang tertanam dialik indahnya negeri Cendrawasih itu? Apa karena gengsi
kalau update status yang lagi hangat? Respon berlebih kadang diperlihatkan oleh
masyarakat negeri ini. Sebenarnya ada yang lebih hangat didalam negeri ini.
Lagi-lagi bukan saya membawa ajaran agama. Bilamana
persatuan muslim yang harus bertindak, toh di Palestina bukan hanya muslim kan
yang terserang serangan israel? Disana ada orang nasrani, yahudi bahkan atheis
juga saya rasa ada. Lantas politisir agama ini memang terkadang mengaburkan
pandangan kita. Di negeri kita baru saja dilaksanakan PEMILU, dimana nantinya
kita akan mendapatkan sosok Presiden baru untuk Indonesia kedepan. Apabila
dalam proses penghitungan suara dari PEMILU tersebut tidak kita awasi,
bagaimana apabila terjadi kecurangan? Apakah dengan menggerilya nya status
mengenai jalur gaza dapat membantu Indonesia ketika Indonesia memiliki pemimpin
yang salah? Simpati dengan Palestina boleh, tapi jangan sampai membuat
rekan-rekan lupa dengan persoalan negeri ini. Apakah rekan-rekan ada yang sudah
tahu tagar #RevisiUUMD3?
2.
Tagar #SaveGaza, #SavePalestina, dsb. Mengalahkan tagar #RevisiUUMD3 yang
berpengaruh bagi masyarakat yang dengan menggerilya nge-tweet #Save bla bla dan
#Pray bla bla.
Tagar #RevisiUUMD3 ini saya dapatkan dari timeline rekan
saya. Yang selanjutnya saya baca, dan ternyata sumber penulisan tagar ini
berawal dari @Meltedja di twitter.
Untuk jelasnya silahkan baca mengenai tagar
#RevisiUUMD3 di: https://storify.com/somemandy/revisiuumd3-compiled-9-juli-2014
Lebih kurangnya isi dari tweet tentang tagar #RevisiUUMD3
di akun @Meltedja adalah sebagai berikut:
-
Merupakan sebuah bentuk Koalisi Prahara
bentuk koalisi permanen dan mengganti UU yang menjadi basis demokrasi negara
ini.
-
Tiga hal penting dari #RevisiUUMD3,
yakni: 1. Anggota DPR tidak bisa dipanggil oleh KPK tanpa izin Presiden –
mereka sulit diproses hukum. Dampak #RevisiUUMD3: 2. Partai pemenang suara
terbanyak tidak lagi menjadi Ketua DPR melainkan akan dipilih dengan suara
terbanyak. Dampak #RevisiUUMD3: Koalisi permanen akan punya suara mayoritas dan
bisa meloloskan UU APAPUN – sepenuhnya ditangan mereka.
- Kita mengharapkan ada demokrasi melalui
saling oposisi antara banyak partai. Kita milih tanpa tau ini pilihan antara
dua koalisi.
-
Jadi koalisi bisa memuluskan apapun dan
sulit diperiksa tanpa izin presiden – how is this democratic?
-
#RevisiUUMD3 juga menghapus ketentuan
keterwakilan perempuan terkait alat kelengkapan DPR.
-
DPR juga sekarang punya hak dapat dana
aspirasi, bukan Cuma ngusulin proyek.
-
Tanya kenapa kita ga tau #RevisiUUMD3
segede ini padahal orang-orangnya lagi sibuk kampanye sama kita?
-
Untuk extraordinary crime apapun kalo
mau investigasi DPR harus izin Presiden. Jadi kalau anggota DPR temen sama
Presiden, aman dong?
-
Mengawasi pemerintah: mulai dari awasi
perhitungan suara di TPS. Eksekutif harus kita amankan kalo gak mau
dictatorship.
Dari
poin-poin yang ada disana, yang saya tangkep dari tweet @Meltedja adalah,
semakin mudahnya para birokrat negeri ini untuk akselerasi. Dimana tingkat
pengawasan terhadap mereka kian longgar. Dimana mereka makin sulit diawasi dan
diadili bila melakukan kesalahan. Lantas mau dibawa kemana negeri ini?
Keputusan yang disahkan mereka ini dilakukan ketika kita lagi sibuk mau pemilu
dan masa kampanye. Mereka wakil rakyat gak kasih info ke kita, masyarakat. Jadi
apakah kita memilih wakil kita (rakyat) atau koalisi? Yang sebenarnya kita
(orang awam) tidak paham mengenai maksud dari hal-hal diatas. Tetap kritis dan
awasi kawan-kawan. Negara ini benar-benar tidak mengamalkan demokrasi. Banyak
ketimpangan dan kecacatan yang ada di dalem sistem yang menindas ini.
Ayo
rekan-rekan yang aktif di media sosial. Jangan cuman aware sama trending topic
aja. Cobalah untuk mencari informasi terkait pemilu di negeri ini. Nasib lima
tahun kedepan kita ada ditangan siapa? Ayo kita bareng-bareng kawal KPU untuk
Indonesia yang lebih baik lima tahun kedepan. Ayo berikan yang terbaik untuk
negeri ini. Dimana suara rakyat di dengar, tidak serta merta nurut melulu dan
tidak dianggap penganggu kebijakan untuk kemaslahatan mereka. Ini negara
demokrasi yang disisipi omerta ya?
Masalah
Revisi UU MD3 juga menyangkut urusan disini kan? Apakah rekan-rekan mau para
anggota DPR dengan seenaknya bikin UU dan di sahkan secara sewenang-wenang
juga? Seharusnya ada sebuah sarana dari rakyat untuk mengetahui apa yang sedang
dirumuskan oleh DPR. Kalau kita sebagai rakyat gak tahu emnahu persoalan
krusial semacam revisi UU MD3 ini, bagaimana rakyat berpartisipasi dalam
kegiatan ber-demokrasi? Saya rasa negeri ini menganut kepemimpinan otoriter.
Demokrasi yang seperti apa?
3.
Kemungkinan masyarakat tidak mengenal Suku Marind. Suku yang mulai punah
ditelan budaya Kapitalisme.
Orang Marind (di Papua) sedang gelisah dengan 47
perusahaan yang telah mengantongi SK Bupati Merauke untuk baba thutan dan gusur
tanah adat Marind. Kini ada 15 perusahaan yang beraktivitas di wialayah tanah
orang Marind. Staff dari perusahaan-perusahaan masuk ke dusun dan tanah adat
tanpa izin pemilik tanah. Seuara masyarakat terkesan dibungkam dengan hadirnya anggota
Brimob Polres Merauke sebagai petugas pengaman perusahaan. (Papuan Voices)
Sumber:
Fanzine SEPERAK edisi #11. Juli 2013.
Dari keterangan diatas, semestinya kita aware sama
permasalahan kayak gini. Bukan mempermasalahkan uang remonerasi atau kembali mengurusi
urusan negara orang lain. Pulau-pulau yang gak terawasi aja kemungkinan udah
diambil alih sama bajak laut. Kita sebagai generasi muda pembangun bangsa
mestinya memberitakan hal-hal semacam ini. Bukan isu-isu negeri orang yang
diangkat. Memang berita mengenai palestina, dsb itu tersorot media, dan pada
akhirnya menjadi trend untuk diikuti. Gak sedikit lho yang bantu naikin isu
tanpa tahu isu apa yang mereka share ke permukaan. Jadi masih ingin angkat isu
negeri luar tanpa mengetahui dan memberitakan kebobrokan negeri sendiri?
Jadilah kritikus yang baik. Mengkritik dengan disertai bukti untuk perbaikan yang
riil. Negara ini judulnya saja demokrasi, tapi masyarakat, suaranya masih
dibungkam. Semacam omerta bagi orang Sisilia!
Rekan-rekan semua bareng-bareng ngehardik zionis,
mengutuk, dsb. Tapi apakah dengan hal melaui ucapan atau status itu akan
merubah keadaan Gaza? Saya rasa tidak. Seharusnya langkah nyata yang diambil
oleh rekan-rekan melalui donasi dan doa. Masalah perang di gaza jadi trending
topic yang terus menerus. Temen-temen upload foto-foto yang menyedihkan, luka,
dsb. Itu bukan buat kita bisa bantu mereka. Yang ada kita larut dalam
kesedihan. Dan seakan-akan, dapat menyulut emosi orang-orang yang merasa muslim
dan merasa wajib menolong melalui cara apapun bagi kemerdekaan Palestina.
Memang benar dampaknya beragam, tapi fatalnya adalah ketika emosional itu
merusak kerukunan beragama. Akhir-akhirnya muslim itu malas untuk berteman
dengan orang diluar agama nya, orang diluar negara nya, dan orang yang selisih
pendapat dengannya. Bukan saya tidak mengecam tindakan pembunuhan massal yang
dilakukan Israel. Namun terlihat itu emang kewajiban dari Israel melindungi
warga negaranya, begitu pula Palestina. Serangan Hamas dibalas oleh Israel itu
wajar. Yang menyalahi hukum Internasional kan ketika Israel menyerang warga
sipil, bukan Hamas.
Sekarang
semua repot-repot meneriakan persoalan Palestina. Dan kita nantinya dirugikan
oleh sistem hukum yang korup di negeri ini. Tiga contoh persoalan yang saya
angkat diatas tadi ya buat semua temen-temen berpikir, bahwa tidak selalu
masalah negeri orang yang harus diangkat. Tetapi coba untuk berpikir cerdas,
berita mana yang mesti dishare dan dibagikan. Palestina urusannya sudah muslim
se-Dunia. Persoalan bangsa ini? Hanya bangsa nya sendiri yang bisa benahi.
Kalau bukan kita yang kritis dan mengawasi negara ini siapa lagi? Orang israel?
Bukan kan.
Sekarang
kita bisa ngetweet #save bla bla, tapi apa yang kita dapet? Apa yang didapet
sama orang-orang Papua yang butuh inkubator dan kinerja perawat yang terampil?
Apakah dengan kita tweet #save bla bla #pray bla bla orang-orang zionis bakal
sadar? Apakah dengan kita terus-terusan upload foto dan update status tentang
korban Palestina akan membuat tanah orang Marind bisa terbebas dari jerat
perusahaan sialan itu? Apakah teman-teman telah termakan politisasi agama?
Jika
berbicara atas nama agama muslim, saya rasa temen-temen salah lho. Di palestina
juga kan hidup orang-orang yahudi, nasrani, bahkan tidak menutup kemungkinan
korban penyerangan zionis itu atheis. Kalo menurut saya dengan status, dsb
temen-temen tentang palestina atau negara lain diluar sana itu sebuah blunder.
Dimana persoalan WNI di Hongkong yang gak bisa nyoblos aja gak beres kan? Atas
dasar kemanusiaan? Apakah orang-orang Papua itu tidak berhak mendapatkan rasa
kemanusiaan? Saya rasa buka posko untuk luar negeri harus sebanding dengan
membuka posko bantuan untuk dalam negeri juga dong.
Maaf
apabila ada perkataan saya yang terlalu dangkal dan kerdil dan tidak berkenan,
tapi itu yang ada di dalam otak saya sekarang. Karena saya tergelitik dengan
sikap rekan-rekan, seperti yang memberikan broadcast mengenai berita-berita
yang lagi jadi trending topic. Apakah itu bukan menjadi sebuah blunder bagi
kalian sendiri? Terimakasih atas perhatiannya untuk membuka tulisan saya ini.
Apabila ada yang harus diperbaiki dari penulisan saya ini. Saya mohon untuk
mengisi kolom komentar atau langsung tegus saya di e-mail: dwivetable@gmail.com
atau supaya kritik tersebut terbuka bisa di twitter @dwivetable. Mohon maaf
apabila masih banyak kesalahan. Mugia gede raharja, astungkara. Tabik!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar