Sabtu, 12 Juli 2014

Generasi Trending Topics World Wide

Ketika Persoalan Bangsa tidak dikenal oleh Bangsanya Sendiri: A Trending Topics World Wide

Selamat bertemu lagi di analisa sebisanya versi saya. Kali ini isu yang akan saya angkat adalah Ketika Palestina membius mata orang-orang Indonesia. Pada akhirnya masalah krusial di negara nya sendiri terlupakan. Belum saja hilang dari ingatan euphoria PEMILU (Pemilihan Umum) tanggal 9 kemarim untuk menentukannasib bangsa dimana terpilihnya Presiden lima tahun mendatang. Serangan Zionis ke tanah Palestina membuat gusar masyarakat Indonesia. Bukan saya tidak aware masalah Palestina, tapi ada baiknya untuk mengurusi urusan dalam negeri dulu. Beberapa data dibawah merupakan kritik saya terhadap mentalitas bangsa ini yang aware dan concern sama kasus yang dilihat dari media sosial. Terkhusus mereka yang issues maniac karena memantau Trending Topic di media sosial, khususnya Twitter.

1. Kita bersusah payah menggalang dana untuk Palestina, sedangkan orang-orang Papua rentan kehilangan nyawa setiap melahirkan.

Bupati Merauke sampai-sampai mengucurkan dana khusus Rp 2.000.000 untuk Ibu hamil dan melahirkan. Ini terjadi karena tingkat kesehatan ibu hamil masih rendah. Proses persalinan juga menjadi salah satu penyebab. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Papua, angka kematian bayi (AKB) pada 2007 adalah 24/1000 kelahiran hidup. Angka itu meningkat menjadi 115/1000 kelahiran hidup pada 2013. Menurut Kepala Dinas Kesehatan provinsi Papua, Aloysius Glay. Faktor penyebab meningkatnya AKB adalah gizi buruk, penanganan persalinan yang kurang cakap, kesehatan lingkungan yang buruk, serta kurangnya wawasan masyarakat mengenai kesehatan.

Yunike Howay, dokter anak di Kabupaten Kerom, menuturkan, kondisi geografi Papua membuat tenaga medis sulit untuk memberikan pelayanan kesehatan di daerah pedalaman bahkan dana operasional pun kami belum pernah sampai di daerah sehingga kami kewalahan bahwa pemerintahan ini sanagat meragukan. Selain itu minimnya sarana yang menunjang kesehatan bayi menjadi penyebab tingginya AKB.  “ Belum ada laat khusus di puskesmas seperti inkubator. Bayi yang sakit harus dirujuk ke rumah sakit dengan digendong. Akibatnya, banyak bayi meninggal karena hipotermi dan berbagai macam penyakit menular,” katanya. (FLO)
Sumber: The Largest & Most Respected Newspaper dikutip dari http://suarakolaitaga.blogspot.com/2014/04/angka-kematian-bayi-di-papua-meningkat.html?m=1

            Dari apa yang saya sajikan diatas terlihat bukan, bahwa masyarakat negeri ini kurang aware dan concern dengan isu sosial yang krusial di dalam negerinya sendiri. Untuk itu saya agak tergelitik ketika mereka berbondong-bondong menyuarakan bantuan bagi Palestina. Bukan saya tidak memiliki rasa kemanusiaan, tapi ada baiknya kita upayakan membantu permasalahan dalam negeri dahulu. Memang atas dasar kemanusiaan, penting bagi umat manusia untuk saling membantu, apalagi urusan nyawa. Tetapi PM Palestina sendiri telah mengupayakan diri meminta bantuan Mesir. Walaupun begitu bantuan riil seperti doa dan donasi berupa obat-obatan, dsb juga dibutuhkan.

            Dapat mengambil kesimpulan kan? Disaat rekan-rekan meretweet dan memposting foto anak-anak korban di palestina itu rasanya sama seperti bayi-bayi di Papua yang meninggal dunia. Yang membedakan bayi-bayi Palestina hingga berdarah-darah, sedangkan bayi Papua tidak. Bagaimana mau berdarah ketika baru keluar dari kandungan beberapa ada yang langsung kembali ke nirwana. Bayi-bayi di Papua, boro-boro bisa lihat indah nya dunia. Mereka baru mbrojol dari kandungan aja langsung meninggal dunia. Semoga trending topics tidak mempengaruhi hidup rekan-rekan. Tapi ada segi positif nya, dimana orang Indonesia mudah cepat tanggap dengan sebuah isu. Namun sayang, kurang bisa memilah dan memilih isu yang sebenarnya lebih krusial itu ada di dalam negerinya sendiri.

            Mungkin kalau saya pasang status “Selamatkan mereka ya Tuhan, ampuni dosa mereka. Kaulah Maha Adil. #saveGaza #SavePalestine #Prayfor bla bla..” itu lebih keren ya? Iya dong keren karena mau tidak mau akan menimbulkan rasa plus dari orang yang lihat. Kalau status pake tagar otomatis udah mendunia tuh kicauan kita. Apa karena pemberitaan Palestina lebih masif di media-media elektronik? Yang membuat rekan-rekan lebih senang dengan menyuarakan kepedihan mereka? Dengan pemberitaan diserangnya jalur gaza di tv, atau media lainnya? Dan perbandingan dengan papua yang selalu diberitakannya tentang keindahan alamnya, tentang koteka nya? Yang sebenarnya ada masalah besar yang tertanam dialik indahnya negeri Cendrawasih itu? Apa karena gengsi kalau update status yang lagi hangat? Respon berlebih kadang diperlihatkan oleh masyarakat negeri ini. Sebenarnya ada yang lebih hangat didalam negeri ini.

            Lagi-lagi bukan saya membawa ajaran agama. Bilamana persatuan muslim yang harus bertindak, toh di Palestina bukan hanya muslim kan yang terserang serangan israel? Disana ada orang nasrani, yahudi bahkan atheis juga saya rasa ada. Lantas politisir agama ini memang terkadang mengaburkan pandangan kita. Di negeri kita baru saja dilaksanakan PEMILU, dimana nantinya kita akan mendapatkan sosok Presiden baru untuk Indonesia kedepan. Apabila dalam proses penghitungan suara dari PEMILU tersebut tidak kita awasi, bagaimana apabila terjadi kecurangan? Apakah dengan menggerilya nya status mengenai jalur gaza dapat membantu Indonesia ketika Indonesia memiliki pemimpin yang salah? Simpati dengan Palestina boleh, tapi jangan sampai membuat rekan-rekan lupa dengan persoalan negeri ini. Apakah rekan-rekan ada yang sudah tahu tagar #RevisiUUMD3?

2. Tagar #SaveGaza, #SavePalestina, dsb. Mengalahkan tagar #RevisiUUMD3 yang berpengaruh bagi masyarakat yang dengan menggerilya nge-tweet #Save bla bla dan #Pray bla bla.
            Tagar #RevisiUUMD3 ini saya dapatkan dari timeline rekan saya. Yang selanjutnya saya baca, dan ternyata sumber penulisan tagar ini berawal dari @Meltedja di twitter.
Untuk jelasnya silahkan baca mengenai tagar #RevisiUUMD3 di: https://storify.com/somemandy/revisiuumd3-compiled-9-juli-2014
            Lebih kurangnya isi dari tweet tentang tagar #RevisiUUMD3 di akun @Meltedja adalah sebagai berikut:
-        
                                   Merupakan sebuah bentuk Koalisi Prahara bentuk koalisi permanen dan mengganti UU yang menjadi basis demokrasi negara ini.
-          Tiga hal penting dari #RevisiUUMD3, yakni: 1. Anggota DPR tidak bisa dipanggil oleh KPK tanpa izin Presiden – mereka sulit diproses hukum. Dampak #RevisiUUMD3: 2. Partai pemenang suara terbanyak tidak lagi menjadi Ketua DPR melainkan akan dipilih dengan suara terbanyak. Dampak #RevisiUUMD3: Koalisi permanen akan punya suara mayoritas dan bisa meloloskan UU APAPUN – sepenuhnya ditangan mereka.
-         Kita mengharapkan ada demokrasi melalui saling oposisi antara banyak partai. Kita milih tanpa tau ini pilihan antara dua koalisi.
-          Jadi koalisi bisa memuluskan apapun dan sulit diperiksa tanpa izin presiden – how is this democratic?
-          #RevisiUUMD3 juga menghapus ketentuan keterwakilan perempuan terkait alat kelengkapan DPR.
-          DPR juga sekarang punya hak dapat dana aspirasi, bukan Cuma ngusulin proyek.
-          Tanya kenapa kita ga tau #RevisiUUMD3 segede ini padahal orang-orangnya lagi sibuk kampanye sama kita?
-          Untuk extraordinary crime apapun kalo mau investigasi DPR harus izin Presiden. Jadi kalau anggota DPR temen sama Presiden, aman dong?
-          Mengawasi pemerintah: mulai dari awasi perhitungan suara di TPS. Eksekutif harus kita amankan kalo gak mau dictatorship.

Dari poin-poin yang ada disana, yang saya tangkep dari tweet @Meltedja adalah, semakin mudahnya para birokrat negeri ini untuk akselerasi. Dimana tingkat pengawasan terhadap mereka kian longgar. Dimana mereka makin sulit diawasi dan diadili bila melakukan kesalahan. Lantas mau dibawa kemana negeri ini? Keputusan yang disahkan mereka ini dilakukan ketika kita lagi sibuk mau pemilu dan masa kampanye. Mereka wakil rakyat gak kasih info ke kita, masyarakat. Jadi apakah kita memilih wakil kita (rakyat) atau koalisi? Yang sebenarnya kita (orang awam) tidak paham mengenai maksud dari hal-hal diatas. Tetap kritis dan awasi kawan-kawan. Negara ini benar-benar tidak mengamalkan demokrasi. Banyak ketimpangan dan kecacatan yang ada di dalem sistem yang menindas ini.

Ayo rekan-rekan yang aktif di media sosial. Jangan cuman aware sama trending topic aja. Cobalah untuk mencari informasi terkait pemilu di negeri ini. Nasib lima tahun kedepan kita ada ditangan siapa? Ayo kita bareng-bareng kawal KPU untuk Indonesia yang lebih baik lima tahun kedepan. Ayo berikan yang terbaik untuk negeri ini. Dimana suara rakyat di dengar, tidak serta merta nurut melulu dan tidak dianggap penganggu kebijakan untuk kemaslahatan mereka. Ini negara demokrasi yang disisipi omerta ya?

Masalah Revisi UU MD3 juga menyangkut urusan disini kan? Apakah rekan-rekan mau para anggota DPR dengan seenaknya bikin UU dan di sahkan secara sewenang-wenang juga? Seharusnya ada sebuah sarana dari rakyat untuk mengetahui apa yang sedang dirumuskan oleh DPR. Kalau kita sebagai rakyat gak tahu emnahu persoalan krusial semacam revisi UU MD3 ini, bagaimana rakyat berpartisipasi dalam kegiatan ber-demokrasi? Saya rasa negeri ini menganut kepemimpinan otoriter. Demokrasi yang seperti apa?

3. Kemungkinan masyarakat tidak mengenal Suku Marind. Suku yang mulai punah ditelan budaya Kapitalisme.

            Orang Marind (di Papua) sedang gelisah dengan 47 perusahaan yang telah mengantongi SK Bupati Merauke untuk baba thutan dan gusur tanah adat Marind. Kini ada 15 perusahaan yang beraktivitas di wialayah tanah orang Marind. Staff dari perusahaan-perusahaan masuk ke dusun dan tanah adat tanpa izin pemilik tanah. Seuara masyarakat terkesan dibungkam dengan hadirnya anggota Brimob Polres Merauke sebagai petugas pengaman perusahaan. (Papuan Voices)
Sumber: Fanzine SEPERAK edisi #11. Juli 2013.

            Dari keterangan diatas, semestinya kita aware sama permasalahan kayak gini. Bukan mempermasalahkan uang remonerasi atau kembali mengurusi urusan negara orang lain. Pulau-pulau yang gak terawasi aja kemungkinan udah diambil alih sama bajak laut. Kita sebagai generasi muda pembangun bangsa mestinya memberitakan hal-hal semacam ini. Bukan isu-isu negeri orang yang diangkat. Memang berita mengenai palestina, dsb itu tersorot media, dan pada akhirnya menjadi trend untuk diikuti. Gak sedikit lho yang bantu naikin isu tanpa tahu isu apa yang mereka share ke permukaan. Jadi masih ingin angkat isu negeri luar tanpa mengetahui dan memberitakan kebobrokan negeri sendiri? Jadilah kritikus yang baik. Mengkritik dengan disertai bukti untuk perbaikan yang riil. Negara ini judulnya saja demokrasi, tapi masyarakat, suaranya masih dibungkam. Semacam omerta bagi orang Sisilia!

            Rekan-rekan semua bareng-bareng ngehardik zionis, mengutuk, dsb. Tapi apakah dengan hal melaui ucapan atau status itu akan merubah keadaan Gaza? Saya rasa tidak. Seharusnya langkah nyata yang diambil oleh rekan-rekan melalui donasi dan doa. Masalah perang di gaza jadi trending topic yang terus menerus. Temen-temen upload foto-foto yang menyedihkan, luka, dsb. Itu bukan buat kita bisa bantu mereka. Yang ada kita larut dalam kesedihan. Dan seakan-akan, dapat menyulut emosi orang-orang yang merasa muslim dan merasa wajib menolong melalui cara apapun bagi kemerdekaan Palestina. Memang benar dampaknya beragam, tapi fatalnya adalah ketika emosional itu merusak kerukunan beragama. Akhir-akhirnya muslim itu malas untuk berteman dengan orang diluar agama nya, orang diluar negara nya, dan orang yang selisih pendapat dengannya. Bukan saya tidak mengecam tindakan pembunuhan massal yang dilakukan Israel. Namun terlihat itu emang kewajiban dari Israel melindungi warga negaranya, begitu pula Palestina. Serangan Hamas dibalas oleh Israel itu wajar. Yang menyalahi hukum Internasional kan ketika Israel menyerang warga sipil, bukan Hamas.

Sekarang semua repot-repot meneriakan persoalan Palestina. Dan kita nantinya dirugikan oleh sistem hukum yang korup di negeri ini. Tiga contoh persoalan yang saya angkat diatas tadi ya buat semua temen-temen berpikir, bahwa tidak selalu masalah negeri orang yang harus diangkat. Tetapi coba untuk berpikir cerdas, berita mana yang mesti dishare dan dibagikan. Palestina urusannya sudah muslim se-Dunia. Persoalan bangsa ini? Hanya bangsa nya sendiri yang bisa benahi. Kalau bukan kita yang kritis dan mengawasi negara ini siapa lagi? Orang israel? Bukan kan.

Sekarang kita bisa ngetweet #save bla bla, tapi apa yang kita dapet? Apa yang didapet sama orang-orang Papua yang butuh inkubator dan kinerja perawat yang terampil? Apakah dengan kita tweet #save bla bla #pray bla bla orang-orang zionis bakal sadar? Apakah dengan kita terus-terusan upload foto dan update status tentang korban Palestina akan membuat tanah orang Marind bisa terbebas dari jerat perusahaan sialan itu? Apakah teman-teman telah termakan politisasi agama?

Jika berbicara atas nama agama muslim, saya rasa temen-temen salah lho. Di palestina juga kan hidup orang-orang yahudi, nasrani, bahkan tidak menutup kemungkinan korban penyerangan zionis itu atheis. Kalo menurut saya dengan status, dsb temen-temen tentang palestina atau negara lain diluar sana itu sebuah blunder. Dimana persoalan WNI di Hongkong yang gak bisa nyoblos aja gak beres kan? Atas dasar kemanusiaan? Apakah orang-orang Papua itu tidak berhak mendapatkan rasa kemanusiaan? Saya rasa buka posko untuk luar negeri harus sebanding dengan membuka posko bantuan untuk dalam negeri juga dong.


Maaf apabila ada perkataan saya yang terlalu dangkal dan kerdil dan tidak berkenan, tapi itu yang ada di dalam otak saya sekarang. Karena saya tergelitik dengan sikap rekan-rekan, seperti yang memberikan broadcast mengenai berita-berita yang lagi jadi trending topic. Apakah itu bukan menjadi sebuah blunder bagi kalian sendiri? Terimakasih atas perhatiannya untuk membuka tulisan saya ini. Apabila ada yang harus diperbaiki dari penulisan saya ini. Saya mohon untuk mengisi kolom komentar atau langsung tegus saya di e-mail: dwivetable@gmail.com atau supaya kritik tersebut terbuka bisa di twitter @dwivetable. Mohon maaf apabila masih banyak kesalahan. Mugia gede raharja, astungkara. Tabik!

Jumat, 04 Juli 2014

Analisa Sebisanya



AKU MEMILIH: ALASAN DASAR UNTUK MENGGUNAKAN HAK PILIH DI PEMILU NEGERI DEMOKRASI INI

Saya pada awalnya menolak untuk memilih, karena sebuah bentuk pemilihan yang adil belum saya rasakan nampak di negeri ini. Aneh juga ketika negara lain sudah terpikirkan untuk memikirkan negeri nya sepuluh tahun kedepan, bahkan lima puluh tahun kedepan. Negeri ini masih memikirkan langkah-langkah kecil yang sebenarnya tidak perlu banyak pikir. Kerusakan fungsional sistem di negeri ini memang entah dari mana pangkalnya, namun bila melakukan asas tuduh seenak jidat. Saya beranggapan bahwa permasalahan negeri berawal dari kebijakan pemerintah pada masa lalu (kebijakan dalam segi positif) tidak dimunculkan kembali. Kita masih ingat bagaimana seorang lulusan sebuah institut negeri di bandung dengan gelar Insinyur nya dapat menyihir masyarakat negeri ini untuk mendukungnya karena ia yang seorang agitator. Namun ingat, sepak terjang nya di dunia politik negeri juga ada cacat nya, tapi apa? Namanya selalu di agung-agung kan. Saya rasa ini sebuah model baru dari menyembah puing berhala Raja Namrud.

Mungkin saya masih terlalu dini untuk menuliskan hal-hal semacam ini. Ditambah masih kurangnya ilmu dalam kesejarahan serta politik negeri ini dari waktu ke waktu. Namun saya tekankan bahwa ini merupakan tulisan dari sudut pandang seorang mahasiswa yang baru akan menjalani semester tiga di perkuliahan.
Kembali ke puing berhala. Jelas bukan, ketika Presiden negeri ini memulai sepak terjangnya, akan ada dua kemungkinan. Pertama ia berhasil membangun kekuatan negeri. Seperti yang dilakukan Mao Zedong di Tiongkok atau Nabi Muhammad di Makkah. Perlu kita ingat, bahwa dari kesekian kalinya saya melihat kinerja Presiden di negeri ini, tidak semua dari mereka melulu baik bukan? Dari situ lah alasan mengapa saya menulis tulisan ini. Saya tulis untuk memberikan pandangan mengenai apa yang akan terjadi ketika anda memilih atau tidak memilih atau memilih untuk tidak memilih, apa bedanya ya?

Tarik ingatan kita ke zaman rezim orde baru. Pada masa ini, sebenarnya gak melulu salah lho. Ada banyak kebijakan-kebijakan super yang ditetaskan dari kepemimpinan Bapak Soeharto. Namun apa? Karena label haram telah menempel pada dirinya, kebijakan-kebijakan mapan untuk membangun bangsa jadi dianggap haram juga. Seperti GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) itu merupakan usaha kongkret dari seorang pemimpin bangsa untuk merumuskan cita-cita bangsa yang tidak utopis. Jadi bolehkan saya bilang konsep NKRI itu utopis? Karena dari Sabang sampai Merauke tingkat kemungkinan untuk mempersatukannya itu sulit lho. Oke, pandangan NKRI disini mungkin sikap nasionalisme, toleransi, anti-rasis, cinta damai, dll. Itu semua bisa terjalin dan terjaga ketika tingkat pendidikan negeri ini baik.

Pendidikan dapat memperkenalkan bangsa ini mengenai nilai hidup, filosofi moral, nilai-nilai luhur pancasila, dsb. Dari situlah saya merasa NKRI akan timbul dan nyata ketika pendidikan dan pluralitas beragama mulai dapat diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Ada yang namanya BOS, oke itu bantuan operasinal. Tetapi bagaimana dengan sekolah-sekolah di perkotaan? Dengan tingkat fasilitas yang tidak sebanding dengan sekolah-sekolah di pinggiran. Contoh, sekolah di daerah rumah saya. Yang disaat hujan besar datang, banjir selalu datang menghampiri. Mungkin untuk kebijakan BOS ini dapat dikategorisasikan dalam beberapa jenis. Atau sebenarnya sudah tetapi saya yang tidak tahu? Mohon beri tahu saya di kolom komentar.

Berbicara kini, dimana kita akan menghadapi yang namanya Pasar Bebas ASEAN. Omaygat, bisa gila kita nanti kalo kalah saing sama negara tetangga. Ya, meski memang kita membutuhkan calon Presiden yang tegas dan tidak lelet serta lambat seperti Presiden yang sekarang. Tapi kita harus berpikir juga ketika kursi-kursi menteri akan diduduki oleh siapa nantinya. Disini Menteri Perekonomian harus orang yang faham betul bagaimana mengolah keadaan negara kita ini, kalau sampai orang awam atau dapet duduk karena jatah, sudahlah ayo semua kita berkemas merantau ke negara orang.

Jelas dari apa yang akan kita hadapi di dunia antar negara di ASEAN sendiri saja sudah mulai ngejelimet. Bagaimana persoalan dalam negeri yang belum terurai? Ya , ini menjadi pekerjaan berlebih bagi Presiden terpilih nanti. Maka dari itu kesadaran pemilih dalam PEMILU tanggal 9 Juni 2014 besok yang dibutuhkan. Jangan berbicara memilih Presiden karena alasan ‘kayaknya dia cocok’, ‘enak kalo Presiden nya A, gaji saya naik’, atau ekstrim nya ‘kalo Presiden nya dia, konser musik khususnya Metal di Indonesia bakal banyak, dan ijin pasti mudah’.

Kita berbicara Indonesia lima thaun kedepan. Seperti yang diperlihatkan oleh Presiden-presiden sebelumnya. Kekuatan seorang pemimpin yang homo homini lupus itu muncul ketika ia telah menempuh sepuluh tahun masa jabatannya sebagai pemimpin. Contoh, ketika sudah sepuluh tahun, Pak Soekarno memutuskan untuk menjalankan Demokrasi Terpimpin yang serakah lho. Ditambah juga rezim menyeramkan bagi aktivis, ya rezim Pak Soeharto dimana pada akhirnya masyarakat dituntut jadi orang Sisilia. Membudayakan omerta (tutup mulut) emangnya orang Indonesia kartel-kartel narkotika dan mafia kayak film The Godfather?

Jangan lupa juga urusan ketentraman negara. Masih mau ada penutupan tempat hiburan dengan cara barbar? Indonesia itu menjunjung tinggi yang namanya kultur barbar ketimuran, dimana hanya berani ketika berkoloni. Kalo satu lawan satu? Dijamin lari terbirit-birit. Kita mau nunjukin apa kedunia? Otot? Yaudah aja jadi atlet binaraga. Toh, atlet bangsa ini juga prestasinya gak bagus-bagus amat. Cumman satu kan langkah kongkret untuk Indonesia yang disegani bangsa lain ya lewat pendidikan dan ekonomi kreatif.

Coba ada berapa banyak musisi, artis (pekerja seni bukan selebritis) para penggiat-penggiat kreativitas lainnya? Banyak sekali anak muda Indonesia yang berbakat dan berpotensi untuk memajukan negeri ini. Saya gak bisa menganalisa lewat segi ekonomi atau politik. Saya cuman bisa analisa standar, saya bilang analisa seenaknya. Kita punya anak muda keren-keren tapi apa? Mereka gak didukung oleh infrastruktur yang mumpuni dari pemerintah.

Emang sih, kalo nunggu dan mengaisngais kebaikan pemerintah sampe Nabi Isa turun dari langit susah juga. Tetapi usaha dari anak muda yang membutuhkan kemerdekaan nya itu terampas oleh kesewenang-wenangan birokrat negeri. Disaat para musisi ingin mengadakan show sebagai media menyalurkan ekspresi diri, eh birokkrat dan aparat malah menyulitkan proses administrasi. Begitu pula ketika menjamurnya yang namanya geng motor, pungutan liar, dll. Itu sebenarnya merupakan sebuah kritik nyata, atau ya sebuah usaha melawan negara serta bentuk perlawanan yang dapat dilakukan oleh anak bangsa ini. Kita udah terlalu lama dibayang-bayangi budaya omerta!

Negeri ini itu kayak sebuah stasiun televisi yang gemar menayangkan film kolosal. Dimana adegan terbang ke langit lepas diutamakan, namun tidak memmikirkan bagaimana cara memikat hati penontonnya. Ya seperti itulah keadaan negeri kita sekarang. Gagasan-gagasan banyak dicurahkan oleh kaum intelek, birokrat, cendekiawan, mahasiswa hingga pelajar. Namun apa? Ya gak ada tindak lanjut dari apa yang diutarakan, membosankan lama-lama.

Bagian ini mungkin sebuah akhir dari penulisan analisa sebisanya saya ini. Ya karena memang saya bukan seorang yang paham politik, ngerti ekonomi dan ahli dalam usaha mensejahterakan manusia. Saya Cuma hobi nanya-nanya aja. Nanya kenapa harus ada negara ketika orang-orang sebenarnya tidak menghendaki adanya negara? Mengapa? Semoga ada yang bersedia menjelaskannya kepada saya.

Untuk hal-hal lain yang saya krusial untuk Indonesia kedepan adalah perihal intoleran terhadap keyakinan. Jelas sila pertama pancasila melindungi semua umat beragama, dan berkeyakinan. Kan Ketuhanan yang Maha Esa. Mau tuhan Alloh, Allah, Tian, Sang Hyang Widhi, dll. Semua kan hanya perbedaan secara semiotis dalam lingua orang-orang. Bukan soal keabsolutan, karena semua merujuk kepada satu Logos.

Hal ini membuat saya berpikir bahwa presiden mendatang harus orang yang bisa mengamankan keadaan organisasi-organisasi, perkumpulan-perkumpulan atas nama agama yang radikal dan barbar. Kebayang dong ketika aku punya anak nanti, aku ajarin agama, tapi kata anakku “ngapain aku beragama, yah. Orang yang beragama aja gak cinta sesama makhluk, mereka saling caci mencaci, bahkan bunuh membunuh, padahal beragama.’ Mau jawab apa kita? Simple, OMERTA, hahaha.

Intinya, pilih lah presiden tanggal 9 nanti yang benar-benar mendengar jeritan kaum bawah, kaum-kaum tertindas. Kalo milih presiden yang pro sama pengusaha mah ngapain? Emang perusahaan minyak dan tambang emas bakal bikin semua orang di Indonesia bisa makan sekali tiga kali? Apa bisa bikin anak-anak dari sabang sampai merauke sekolah sampe dapet gelar S2 secara merata? Gak, kan. Ya jadi jangan muluk-muluk, deh. Pilih presiden yang enak buat diajak diskusi bareng, dan memberi kesempatan masyarakat menghakimi kinerja nya.

Segitu dulu deh analisa sebisanya dari saya. Kurang lebih nya saya mohon maaf, apabila ada perkataan dan tata tullis yang kurang berkenan mohon dimaklumi dan di maafkan. Karena sesungguhnya kesempurnaan entah milik siapa karena apakah tuhan memiliki diri? Ups, maaf sekali lagi pembaca, kesempurnaan milik tuhan dan kekurangan milik hambanya. Selamat berbahagia, selamat memilih tangal 9 juli 2014 nanti! Mugia gede raharja. Astungkara. Tabik!

Sebuah Cerita: MUMAS (Musyawarah Mahasiswa)



MUMAS (Musyawarah Mahasiswa)

“Sesuatu yang dirasa tidak nyaman, akan selalu dirasa tidak nyaman ketika tidak pernah mencoba untuk merasakan ketidaknyamanan tersebut, yang mungkin akan memunculkan sebuah kenyamanan yang tak terduga.”

            Wayungyang Rarasati lebih akrab dipanggil Raras baru saja mengakhiri sebuah perkuliahan.  Ia adalah seorang mahasiswi jurusan Pendidikan Sejarah di sebuah Universitas berlabel Pendidikan di bilangan Setiabudhi. Ia baru saja memikirkan bagaimana rasanya menjadi Guru nanti? Tiba-tiba sahabat nya Dewi datang mengajaknya makan siang.
            Dalam perjalanan menuju kedai makanan Dewi sedikit membicarakan tentang MUMAS (Musyawarah Mahasiswa) yang akan diselenggarakan oleh himpunan. Raras terlihat bingung ketika Dewi membicarakan hal tersebut, karena ia merasa hal tersebut kurang menarik perhatiannya. Setibanya di kedai makanan mereka langsung dengan sigap memesan hidangan santap siang di hari yang cukup mendung.
            Setelah santap siang mereka memutuskan untuk berpisah. Dewi yang berasal dari luar kota langsung kembali pulang menuju kontrakannya. Raras tinggal di daerah pinggiran kota dan jarak dari kampus  ke rumahnya sekitar tigapuluh menit bila ditempuh menggunakan kendaraan bermotor. Rumah Raras bagaikan sebuah oasis ditengah padang pasir, karena keindahan pesona alam sekitar rumahnya.
            Kini awal bulan Juni dimana umat muslim akan segera melaksanakan ibadah puasa di akhir juni, serta mahasiswa baru yang lolos SNMPTN akan segera datang untuk menjadi bagian dari kampus Raras. Cuaca mulai tidak karuan, terkadang cerah dan terkadang mendung bahkan hujan.  Raras sangat antusiai karena ia akan segera menyelesaikan semester dua perkuliahannya.
             Ketika sampai di rumah, ia langsung menuju kamarnya dan memikirkan beberapa kemungkinan dari perkataan Dewi siang tadi. Ia memikirkan apa sih MUMAS? Apa yang akan terjadi disana? Apakah akan serupa dengan apa yang ia rasakan di Sidang LDKM (Latihan Dasar Kepemimpinan Mahasiswa) atau akan jauh lebih tidak menyenangkan dari itu? Ia terus memikirkannya hingga terlelap.
            Raras memang pernah mengalami hal kurang menyenangkan ketika mengikuti sebuah acara di Himpunan Pendidikan Sejarah di kampusnya itu. Temannya Arnelita mengalami luka dikepala nya setelah dilempar botol oleh entah siapa, seseorang yang ada di acara tersebut ketika lampu dimatikan. Hal tersebut sedikit mengganggu pikiran Raras untuk ikut serta dalam kegiatan Himpunan Sejarah.
            Hari ini hari Jumat, di sore hari Raras biasa latihan piano di sebuah tempat les musik di bilangan Gatot Subroto. Ia sedikit banyak menanyakan tentang musyawarah mahasiswa kepada temannya yang sedang studi di tingkat tiga. Jawaban dari temannya itu cukup simple.
“Mumas, ya cuman mumas, ras. Seru lho, kamu bakal ngerasain yang namanya duduk di kursi fraksi kalo mau. Atau Cuma duduk menyimak di kursi peninjau. Ya, kayak anggota dewan gitu. Gausah takut, seru kok. Kalo di kampus aku sih, emang formal keadaannya, tapi bukan masalah kok.”
Setelah mendapatkan jawaban yang mantap dari temannya itu, Raras kembali memikirkan untuk datang ke Mumas. Dengan harapan apa yang dikatakan temannya itu benar adanya, dan keraguan itu harus ia jawab dengan datang ke mumas dan merasakannya. Akhirnya, dengan tekad yang bulat ia menyediakan diri untuk datang ke mumas hari pertama keesokan harinya.
Dengaan perasaan yang campur aduk gak karuan, Raras tiba di area parkir dan bergegas menuju gedung University Center untuk mengikuti Mumas yang pertama dalam hidupnya. Awalnya perasaan tegang dan gak keruan itu terus hinggap, namun ketika acara demi acara di awal mumas berjalan, ia tidak merasa gundah lagi. Malahan ia merasa senang dan tenang di dalam ruangan mumas.
Yang disayangkan oleh Raras adalah, ketika ia tidak duduk di kursi fraksi. Hanya ikut menyimak keseruan mumas di kursi peninjau. Ya, ia merasa belum siap, dan demi menghargai para pria yang memang seharusnya terlebih dahulu duduk di kursi fraksi itu, disusul dirinya bila kesempatan datang menghampiri.
Hari peretama dan kedua mumas telah ia lewati. Akhirnya di sidang pleno kedua, ia mendapat kesempatan untuk duduk di kursi fraksi bersama empat orang teman lainnya yang notabene laki-laki. Ia duduk di fraksi bersama Deni, Rino, Arif dan Muhammad. Perasaan tegang memang ia rasakan karena seorang wanita sendirian di fraksi angkatan baru. Dan keadaan fraksi lain diisi pria-pria jantan, meski ada satu fraksi diisi satu kursi oleh wanita pula.
Mumas pleno kedua ini dirasa cukup berat bagi Raras yang seorang wanita. Ia merasakan yang namanya dinginnya malam di setiabudhi, ia juga merasakan yang namanya telat makan dan gangguan asap rokok dari para anggota fraksi yang mengikuti sidang mumas. Jawaban dari pertanyaan yang diragukan oleh Raras pada awal ia diajak mumas, sedikit-banyak mulai terjawab.
Sejauh ia mengikuti mumas, ia merasakan aura yang berbeda. Hal berbeda itu seperti apa yang ia rasakan di LDKM tidak terulang di mumas ini, dan juga apa yang ia takutkan akan kegalakan dan jahilnya kakak-kakak tingkatnya sama sekali tidak terjadi. Ia merasakan yang namanya rasa kekluargaan juga ketenangan, meski ia ada di dalam tekanan, karena sebagai anggota fraksi. Fraksi harus lebih vokal dan kritis terhadap draft yang sedang dibahas.
Mumas pleno kedua baru saja berakhir. Raras yang merasa kurang enak badan memutuskan untuk bermalam di kontrakan Dewi. Ia menceritakan pengalaman yang ia dapat di mumas kepada Dewi. Dewi yang pada saat itu hanya mengikuti mumas beberapa kali dan belang betong pun mulai berpikir untuk rajin mengikuti mumas. Rasa itu muncul ketika Raras yang awalnya meragukan acara itu, serta merasa aneh juga kepada Dewi, karena Dewi yang mengajaknya, tetapi Dewi sendiri yang jarang datang ke mumas. Walaupun datang Dewi hanya duduk, dan rekor duduk terlama Dewi hanya selama tiga jam. Raras mulai sedikit kesal juga dengan sikap Dewi, namun Raras ditenangkan dengan pengalaman berharga yang ia dapat ketika mumas. Apalagi, ia mendapat kesempatan untuk duduk di kursi fraksi, ya walau hanya sekali.
Raras yang merasa stigma yang tertanam pada dirinya mengenai mumas sudah terpatahkan dengan pengalamannya terjun langsung ke dalam acara itu. Akhirnya, Raras dengan segenap rasa bahagia tanpa kecewa, meski di beberapa kesempatan ia kurang senang mengikuti mumas karena gangguan dari para lelaki yang menggoda nya.
Pada akhirnya Raras memutuskan untuk menuliskan pengalaman yang ia dapatkan itu di blog pribadinya. Secara garis besar tulisan di blog nya itu berisikan statement-statement matang tentang mumas. Secara jelas ia tulis di akun blog pribadinya seperti ini:

“Mumas merupakan bagian dari Forum Tertinggi Himpunan, karena itu gak seharusnya kita yang ‘masih baru’ di tempat ini untuk selalu takut dan gak pernah mencoba sesuatu yang dirasa berat. Tanpa adanya usaha untuk mencoba dan ‘tersesat’ kita gak akan dapetin sebuah warna baru dalam hidup, sebuah kesempatan dimana hal yang kita rasa gak menyenangkan, buang-buang waktu, dsb akan dirasa menyenangkan dan menagih.
Lewat event-event kayak mumas, aku secara pribadi ngerasain yang namanya rasa Keluarga, rasa kasih dari kakak tingkat ke adik tingkat. Sebuah kesempatan langka dimana aku bisa kenal dan terus silaturahmi dengan kakak-kakak yang jauh diatas kita, kenal dengan angkatan 2007, 2008, 2009, 2010 hingga mengenal lebih jauh sifat dan sikap dari angkatan 2012, dimana nantinya kita akan menjadi pengurus magang membantu mereka mengurus himpunan yang sudah mencapai angka setengah abad lebih ini.
Di mumas, di dalam forum tertinggi himpunan kita, disitulah tempat kita belajar berorganisasi, belajar tertib administrasi, belajar untuk tidak mengulang kesalahan, belajar untuk saling menghargai pendapat orang lain, pengalaman berharga dimana pada akhirnya kita bisa saling sapa, bercanda dengan angkatan diluar angkatan kita. Inget temen-temen, buat temen-temen yang gak dapetin pengalaman ini di mumas, sayang banget temen-temen udah dengan ikhlas dan senang hati dimarah-marah, dihukum hingga dilantik jauh-jauh, kedinginan, kelaparan karena koki yang kurang mahir memasak dsb.
Temen-temen kalo emang mau berontak ya total, jangan manut-manut tapi pada akhirnya menolak dengan tegas. Temen-temen jangan hanya manggut-manggut nurut, kalo emang dirasa temen-temen kepaksa buat ikut di himpunan ini, lebih baik temen-temen sejak dulu berontak, kayak teman kita. Gausah disebut namanya, takut pencemaran nama baik, haha. Ya, pokoknya kayak gitu. Nyesel yang gak ngerasain mumas kemarin, aku berani taruhan. Yang ikut mumas dengan yang gak ikut mumas, pengalaman hidupnya plus satu buat yang ikut mumas, karena emang seru, gak ada sakit-sakitan, gak ada hinaan, dsb. Disana all-time happy, funny, kenyang, pokoknya seru kekeluargaannya berasa banget, walau asap rokok mengganggu aku nafas, haha. Sampai jumpa di tulisan aku selanjutnya yaa.”
             
          Begitulah penuturan Wayungyang Rarasati dalam blog pribadinya. Jelas ada banyak sekali nada dalam tulisannya itu, ada senang, sedih hingga penyesalan. Namun semua yang ia tulis kurang lebihnya merupakan apa yang berhasil ia raih dari sebuah pertanyaan yang ia lontarkan, dan dengan berani ia mencoba untuk mencari tahu jawaban dari pertanyaan dalam hidupnya tersebut.
SELESAI
***
Pengenalan makna nama tokok dalam kisah MUMAS (Musyawarah Mahasiswa)
Nama Wayungyang Rarasati sebenarnya saya ambil dari kisah legenda Sangkuriang. Wayungyang sendiri merupakan nama dari Babi Hutan Betina yang meminum air kencing Raja Sungging Perbangkara yang pada akhirnya menyebabkan Wayungyang hamil, dan melahirkan seorang anak perempuan yang cantik jelita Dayang Sumbi (Danghyang) atau nama lainnya adalah Rarasati.

-          Wayungyang > w(b)ayeungyang = perasaan tidak tentram, gundah gulana.
Maknanya:      Seseorang yang masih berada dalam sifat kehewanan tetapi telah mulai bimbang dan menginginkan menjadi seorang manusia seutuhnya (berperikemanusiaan).
-          Rarasati > Raras = perasaan yang sangat halus, > ati = hati, qalbu.
Maknanya:      Hati atau qalbu yang penuh dengan kehalusan budi karena mendapat pancaran sinar Ilahi.
Terjemahan bebas yang saya lakukan dengan mensingkronisasikan kedua nama tersebut menjadi satu. Hasil dari terjemahan yang saya tetaskan adalah:
“Kita masih dalam keadaan bimbang, atau mencari jatidiri dalam organisasi (Wayungyang). Sebenarnya lebih tepat menggunakan kata kemanusiaan ketimbang organisasi, namun dalam penulisan ini, saya bertujuan untuk memunculkan rasa cinta terhadap keorganisasian dalam diri kawan-kawan saya untuk himpunan Sejarah. Hasil yang diperoleh dari pencarian ini, diartikan melalui menjawab pertanyaan dengan mencoba hal yang dipertanyakan (mengikuti MUMAS atau kegiatan lain dalam Himpunan) untuk melahirkan kata hati (Rarasati) kata hati akan menghasilkan dua kemungkinan. Pertama cinta dan mau ikut serta, atau kedua malah makin antipati dan mengesampingkan nilai moral dan kemanusiaan.”

Begitulah kurang lebihnya maksud saya menjadikan tokok Wayungyang Rarasati sebagai tokoh utama dalam cerita MUMAS (Musyawarah Mahasiswa) ini. Cerita ini sebenarnya didedikasikan untuk rekan-rekan seperjuangan saya di Pendidikan Sejarah angkatan 2013. Namun, semoga pesan dari cerita yang saya sampaikan dapat diterima untuk beberapa model kasus yang sama dengan latar dan problem yang berbeda, semoga. Terimakasih atas perhatiannya. Tabik!

“Kalau hidup sekedar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalo kerja sekedar bekerja, kera juga bekerja.” – Buya HAMKA